Senin, 03 Juni 2013

Masih ada

Saya tidak tahu harus mengucapkan apa sekarang.Ternyata masih ada orang yang mengerjakan sesuatu dan rela tidak dibayar. Kalau transaksi awalnya adalah minta bantuan, minta tolong, ya memang minta tolong. Kalau transaksi awalnya adalah jual beli, maka harus ada itung-itungannya.
Awal kepindahan saya ke kota industri ini beberapa tahun silam, saya mengalami kegagapan sosial. "Tidak ada makan siang gratis" begitu katanya.

Lha saya merantau ke kota "besi" ini modal nekat. Siapa pula yang mau traktir orang makan siang, lha wong buat hidup saja setengah mati nyarinya. kegagapan saya tentang "tidak ada makan siang yang gratis" lambat laun meracuni saya. Racun itu kemudian berubah wujud menjadi "Semuanya harus bayar!" Minta tolong pun tidak sekedar basa-basi, tapi harus ada bayarannya. Padahal di kampung saya dulu, kata-kata minta tolong ya artinya minta tolong, yang mau menolong sudah siap tidak mendapatkan apa-apa atas apa yang dilakukannya.
Dimulai dari pengurusan KTP, pengurusan kartu keluarga, pengerjaan SIM, pengurusan paspor, permintaan pembersihan. Semuanya pakai uang, karena orang gak mau ribet. Bahkan hal-hal sepele permintaan bantuan pun harus ada uangnya. entah karena memang profesional, kasihan, atau perasaan gak enak, atau yang lain. Di sini saja, sebuah training untuk membuat blog gratisan saja setiap peserta dikenakan biaya 50rb. Itupun yang diajarkan adalah blog gratisan, wordpress, blogspot, dan blogdetik. Lha coba mas Lozz pindah ke sini, tak suruh ngajarin itu anak-anak SMA dan anak-anak kuliah. Mas Lozz dikasih 25rb per orang, bisa langsung kaya. Secara setiap kegiatan pesertanya minimal 30 orang.

Saya tak hendak memperbandingkan, hanya saja memberikan gambaran. Kalau nanti hasilnya adalah perbandingan, niscaya itu adalah kebetulan saja (paragraf ini bahasa mana yah)

 Nah, karena saya sudah keracunan seperti itu, semua mua langsung saya judge dengan uang. Segala permintaan pertolongan, permintaan bantuan harus dihargai dengan uang. Padahal saya juga masih bermasalah dengan makhluk yang bernama uang ini. Bahkan persahabatan pun harus ada itungan atas nama profesional. Padahal di dalam hati saya tidak ada maksud seperti itu.

Lho iki yok opo ? 
Wahai sahabat-sahabatku, kalau sampeyan-sampeyan menemukan saya dalam kondisi keracunan seperti di atas, Tegur saya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ada komen, silahkan.
Mohon maaf jika tersandung Chapcha, setting saya sudah non-aktif tapi mungkin ini adalah kebijakan blogspot. Terima kasih