Senin, 28 September 2015

Kopi Pahit

Sebuah kedai anyaman bambu, tempat makannya boleh memilih. Duduk menghadap etalase lauk-pauk di dalam kaca touch screen atau makan lesehan. Lebih mirip dibilang warung daripada cafe. Makanan ala warteg namun juga menyediakan makanan ala kos-kosan semacam indomitelor roti dan pisang bakar atau sejenisnya. Angin semilir lebih memihak pada orang-orang yang duduk lesehan daripada duduk di depan meja.
Entahlah apa yang ada di pikiranku saat ini. Terlintas untuk mengajak Perempuan Desir Angin masuk ke kedai tersebut. Aku menuju tempat lesehan saja, mungkin karena lebih longgar dan suasana lebih privat.
Raut wajahnya masih terlihat sedih, pikirannya masih kalut dengan Ray. Apa yang dirasakannya semua pahit. Aku berusaha menghibur. Ada seulas senyum manis. Aahh bahagianya bisa melihat wajah cantikmu tersenyum dikulum, dihadapanku.

Pesanan datang. Perempuan Desir Angin menghadap pisang bakar dan secangkir coklat panas. Sedangkan aku menghadap semangkuk indomitelor dengan secangkir kopi pahit ditambah gula terpisah.

"Boleh minta?" Tanyaku
"Boleh."

Segera kutancapkan garpu ke sebuah pisang yang sudah terpotong olehnya. Pisang ambon, yang dibakar sedikit menghitam kemudian ditaburi keju dan disiram madu. Hhmm enak banget. Baru kali ini aku makan yang namanya pisang bakar. Biasanya makanan bakar itu singkong, dan aku membakarnya di pawon gak pakai keju atau madu. Cukup ditaburi garam saja.

"Enak banget." Kataku
"Eh, emang gak pernah makan ginian?"
"Enggak."
"Polos banget." Jawabnya sambil tersenyum
"Mau cobain punyaku?" Sembari aku menawarkan mangkuk yang sudah berkurang separuh.
"Ogah!"
"Yaelah ..." aku beringsut malu. Jeda beberapa saat.

"Kok kopimu dikasih gula terpisah? Biasa minum pahit?" Tanyanya berikutnya
"Mau coba?" Tawarku. Aku gak menjawab pertanyaan, malah menawarkan dia nyobain.
Berhubung kopi belum diapa-apain, maka ditariklah cangkirnya. Diminum sedikit, dipikir sejenak.
"Pahit ...!"

Dengan segera dia meminum coklat yang dipesan untuk menetralkan rasa pahit kopi di lidahnya.
Sepertinya saat ini aku harus berfilosofi. Aku meletakkan sendok dan garpu menyudahi makan.

"Kopi ini dan coklat milikmu itu, pada dasarnya pahit. Hanya saja coklatmu itu sudah dikasih gula dari dapur. Sedangkan kopiku tidak." Aku berbicara berusaha meyakinkan dia.

"Aku gak ngerti." Wajah Perempuan Desir Angin bingung

"Coklat itu, sudah manis dari sononya. Bahkan kamu tidak menyadari bahwa di dalamnya itu ternyata ada gulanya. Tahunya sudah ada tersedia coklat manis di hadapan meja." Jawabku menjelaskan.

"Sepahit apapun yang melanda dirimu sekarang. Coba pikirkan sesuatu yang membuat hidupmu jadi manis. Hal-hal manis itulah yang akan mewarnai kehidupan.
Kehidupan saya pun juga pahit say. Seperti halnya kopi ini, tetaplah pahit bagaimanapun adanya.
Saya hanya menambahkan hal-hal manis dalam hidup agar bisa dinikmati. Pertama : sekolah, skripsi yang harus kuselesaikan."
Sambil aku mengangkat sesendok gula, menuangkan ke dalam kopi kemudian mengaduknya perlahan.

"Kedua : Kamu!" Aku memasukkan sesendok lagi gula ke dalam kopiku, mengaduknya perlahan.

"Sekarang kopiku sempurna, bisa dinikmati. Mau coba?" Aku meminum sedikit. Perempuan Desir Angin meraih cangkir yang masih kupegang.

"Aku juga mau."

Mulutnya tersenyum lagi. Wajahnya berlinang air mata, menatapku lembut.
Aku panik, apa yang salah dengan kata-kataku hari ini.

2 komentar:

  1. mungkin perempuan itu berlinang karena kok ada pria yang manis :)
    Manisnya hidup cuma kita yang bisa menentukan dan membuatnya ya

    BalasHapus
  2. Bunda lidya : Iya benar bunda, manisnya hidup harus ditentukan sendiri dalam diri

    BalasHapus

Ada komen, silahkan.
Mohon maaf jika tersandung Chapcha, setting saya sudah non-aktif tapi mungkin ini adalah kebijakan blogspot. Terima kasih