Pagi hari memasang wajah cerah. Tumbuhan pisang didatangi burung
prenjak bercicit. Beterbangan mengitari sebentar kemudian hinggap. Bercicit
lagi, seakan-akan memberi tahu burung-burung yang lain di sini ada pisang masak
pohon, tapi hanya sebiji. Sedangkan burung prenjaknya sendiri sedang membongkar
daun pisang yang bergulung-gulung. Biasanya sih ada serangga atau ulatnya untuk
dimakan. Burung prenjak berkicau lagi, sepertinya memanggil teman-temannya
untuk memberi tahu bahwa dia sudah mendapatkan makanan pagi ini.
Aku tahu hari ini engkau akan datang sesuai janjimu kemarin. Wajah
riang hati senang. Rasanya sudah 3 tahun tidak bertemu denganmu wahai Perempuan
Desir Angin. Tentang konfirmasi keberangkatanmu kemarin sungguh sangat
menentramkan aku. Sungguh membuat hatiku berbunga-bunga, akhirnya engkau datang
juga. Akhirnya aku bisa menemuimu lagi, ditengah-tengah kesibukan kerjamu dan
kesibukan kuliahku.
Terdengar ketukan pintu. Sosok Perempuan Desir Angin berdiri dengan
anggun. Berlatar belakang sinar mentari, bercahaya. Bunga-bunga berterbangan di
sekelilingnya, seakan kedatangannya teriring dengan hujan bunga. Angin bertiup
menerbangkan helai-helai bajunya. Di depan pintu dia tersenyum manis, tangannya
terulur ke depan. Dalam gerakan lambat, gerakan slow motion. aku menyambut
kedua tangannya untuk kubawa masuk.
Ternyata aku yang terlalu berkhayal.
Kemudian dia berjalan cepat, matanya tidak tertuju kepadaku. Kedua
tangannya menyambut ibuku, mencium telapak tangannya, mencium pipinya dan
memeluknya.
“Baru datang ya kamu, istirahat dulu ya.”
“Iya.”
Setelah meletakkan tasnya di kursi, tanpa banyak omong dia dia
membereskan meja. Semua majalah dan koran dikumpulkan jadi satu. Album foto
ditata rapi ditaruh di bawah meja. Kelambu dibersihkan, cendela dibuka. Dia
mengambil sapu, menyapu seisi ruang tamu.
Aku hanya bisa bengong melihat apa yang dikerjakannya. sementara ibu
kembali ke belakang melanjutkan pekerjaan hariannya.
Selesai dengan kegiatan di ruang tamu, tanpa permisi dia langsung masuk
ke dalam kamar. Waduh! Buku-buku Digital Signal Processing, Kalkulus II, Signal
Theorem dan buku-buku lain langsung dirapikan. Kertas-kertas berserakan
dikumpulkan jadi satu.
“ahh jangan yang itu. Itu masih harus dipahami sebelum dipakai dalam
analisis.”
Tapi dia tidak peduli. Diktat fotokopi, coretan itung-itungan dan
kertas belajar yang lain juga dikumpulkan jadi satu, ditata rapi. Padahal aku
masih butuh semua kertas-kertas itu untuk dipahami, dikumpulkan analisisnya.
Kalau sudah begini nanti nyari-nyari lagi.
Baju-baju yang tergantung di belakang pintu diambil semua. Lumayan
banyak bajuku yang tergantung. Mulai dari jaket yang beraneka logo hingga baju
buat berangkat kuliah.
“Ini umurnya sudah berapa hari tergantung di sini?” Sambil memandangku
dengan teduh namun tajam.
Belum sempat aku jawab, dia sudah ngomong lagi
“Jorok banget sih, kamu jadi cowok!”
Semua baju dikumpulkan jadi satu ke dalam bak. Halah. Kemudian langsung
diguyur dengan air, direndam.
“Sekarang cuci!”
Aku masih ternganga dengan kejadian ini. Padahal kan aku sudah rapi
dalam menyambutmu di depan pintu tadi. Sekarang malah disuruh nyuci. Apa-apaan
ini. Seumur-umur belum pernah ibuku ngomelin anaknya seperti ini.
“Kenapa diem aja?! atau saya yang nyuci?”
“eeee ... jangan, jangan. Saya aja yang nyuci.”
Aku hanya bisa garuk-garuk kepala. Geleng-geleng kepala. Ini gimana
sih, ibu kok hanya diam saja anaknya diomelin sama orang. Ibu hanya tersenyum
saja, sementara Perempuan Desir Angin langsung menyambar wortel, buncis, untuk
dipotong-potong. Bantuin ibu masak di pawon.
------
Selesai juga nyucinya. Ibu juga selesai masak, Perempuan Desir Angin
akhirnya mau membagi senyumnya kepadaku. Plong rasanya.
Mengalirlah cerita-cerita tentang suasana kerja di tempatnya. Cerita
teman-temannya, cerita pimpinannya, cerita tingkah laku customer dalam memilih
barang meluncur ringan. Aku menikmati ceritanya, heboh banget.
“Akhir-akhir ini Ray sering menghubungiku. Gimana Ka?”
Deg, serasa kenikmatan ceritanya berhenti begitu saja. Masih ada rasa
cemburu di dadaku mendengar namanya. Memang sih aku tidak selalu punya dana
untuk menghubunginya setiap hari, apalagi datang ke tempatnya. Tapi kan aku
juga mencintaimu say, dan engkau tidak menolak, seperti halnya engkau tidak
menolak Ray saat ini.
“Aku bingung ka, dia akhir-akhir ini sering SMS.” katanya lagi
“Lha kamunya mau apa enggak? Masih suka kan?”
“Enggak tahu ya” Jawabnya bimbang sembari memandangiku. Ya, memang
matanya mengatakan bingung.
Ting, sebuah SMS masuk melalui HP nya.
“Tuuh kan, Ray masih SMS lagi seperti ini”
“Isinya apa?”
“I miss you, I love you.” sambil menyerahkan HP nya kepadaku.
Deng! aku baca sendiri
tulisannya, bahkan SMS-SMS sebelumnya.
kubaca semua, dia tidak bereaksi aku bongkar semua SMS dihadapannya.
“Aah ini pasti SMS gombal, biar hatimu luluh.” Jawabku ringan
“Masa sih? Dia biasa kirim SMS seperti itu ke aku” dia berusaha
meyakinkan diri. “Iya sih, memang gombal sepertinya. Padahal, saya ga suka
lelaki yang tukang gombal!” lanjutnya.
“Tapi, dirimu kan seneng digombalin?” begitu kataku dengan sedikit
menggoda.
Dia hanya tersenyum, wajahnya senang.
Obrolan pun beralih dengan topik yang lain, tetap dengan bercanda
tentang kegiatan seputar kerja dan kuliah.
“Kalau nanti kaka lulus kuliah, mau jadi apa?” tanyanya kepadaku
“Aku mau jadi orang saja.” Jawabku ngasal
“Yee, emang ada yang mau jadi ayam.”
“Mau ... kerja buat nyari penghidupan yang layak. Mau jadi orang di
masyarakat.” Jawabku tetap ngasal. Karena semua orang akan melakukan hal itu
tanpa ditanya.
“Ngomong-ngomong, kalau dirimu nanti punya istri, pengennya seperti apa
ka?” Pertanyaan sepertinya agak serius. Atau ada yang tersirat di dalam
pertanyaan itu.
“Emm, apa ya? Mungkin yang pertama, harus seiman denganku.” Begitu
kataku seolah-olah serius dan sok religius.
“Kalau kriteria cantik nomor berapa ka?” tanyanya berikutnya.
“Lha hahaha... nomor berapa ya? masuk empat besar deh!”
“Terus apalagi?” tanyanya lagi.
Ditanya begitu aku malah tambah bingung. Maka aku gunakan jurus
converse, jurus terbalik. Menjawab pertanyaan dengan pertanyaaan.
“Kalau kamu sendiri gimana?”
“Kalau aku sih ingin punya suami yang…” berhenti sejenak sambil
berpikir “Laki-laki yang beriman, teguh pendirian, kuat, penyayang, cerdas.”
“Apalagi?”
“Dan berani menghadapi tantangan hidup bersamaku!” ujarnya dengan
bangga.
“Wah, kalau begitu aku ga masuk kriteriamu dong?” kataku sambil senyum
becanda.
“Emang mau daftar? Belum dibuat formulirnya!” katanya dengan sedikit
sewot.
“Engga ah, ga jadi daftar! Takut ditolak! Daripada ditolak, mendingan
engga daftar sekalian!” kataku sambil tertawa hahahaha…
“iihh kakaaaa ..... “ Perempuan Desir Angin gemes banget.
Aku tertawa ngakak gak habis-habis. Tapi cubitan di punggungku gak
berhenti-berhenti. Setelah tawa mereda aku berujar lagi.
“Beruntung ya laki-laki yang nanti bakal mendapatkanmu?”
“Kenapa ka?” dia pura-pura ingin tahu.
“Ya iya lah, kamu tuh udah cerdas, baik, sudah kerja, cantik lagi!”
jawabku dengan jelas.
“Ah masa sih?”
“Kayaknya, kriteria wanita idamanku terpenuhi deh sama kamu.” kataku
padanya sambil tersenyum. Semoga hatinya sedang berbunga-bunga. Terlihat
wajahnya yang bersemu merah.
“Tapi sayang, kriteriamu tadi terlalu tinggi! Aku…” Aku memasang wajah pura-pura
sedih
“Yaa itukan idealnya. Kalau ga ada yang ideal, ya saya terima deh yang
mendekati ideal,” jelasnya dengan tegas.
Kemudian Perempuan Desir Angin kembali ke tentang SMS dari Ray.
“Emm, jadi gemana nih dengan Ray ini?” tanyanya lagi.
“Gimana ya? Ya terserah kamu….,” jawabku datar dengan hati sedikit
kesal (atau cemburu lagi)
“Tiap hari tuh, Ray selalu bilang cinta, rindu. Bilang miss u lah,
bilang I love you pula, ah pokoknya romantis terus deh,” dia membela.
“Ah kamu ini gimana sih? Kata-kata seperti itu kan biasa. Cuma gombalan
biasa. Gombalan yang ga bermutu.” Jawabku setengah bercanda
“Emang kamu bisa ngegombal?” tanyanya spontan.
Demi mendapat pertanyaan itu aku senyum-senyum dan kemudian tertawa.
“Kalau aku yang ngegombal, yang jelas gak akan seperti Ray! Dan
tentunya lebih hebat!” begitu kataku dengan percaya diri.
“Coba gimana cara kamu ngegombal?”
“mmm…” Aku masih diam
“Ah kamu ga bakalan bisa ngegombal! Bisanya cuma kuliah eksak doang…”
ledeknya kepadaku
“Hahahahahahaha…. kamu tuh ga nyadar yah! Dari tadi tuh banyak lho
kata-kata saya yang ngegombalin kamu,” begitu kataku keceplosan
Perempuan Desir Angin kaget, kemudian ngamuk-ngamuk, bukan lagi cubit,
sekarang malah mukul-mukulin. Teringat segala ucapan kata-kataku barusan. Dia
sedikit kesal dan marah. Sekarang malah diam, gak mau bicara.
Aku berusaha mengajak ngobrol lagi. Tetapi dia tetap diam, jutek.
Segala kata-kata dikeluarkan, tetap saja diam. Aku berpikir, mencari cara agar
bisa kembali membuka obrolan dengannya.
“Maaf ya yang tadi,” dengan lembut aku mulai mengajaknya bicara walau
dia tetap diam. “Ya, walau kata-kata saya yang tadi banyak gombalnya. Tapi…”
Aku berusaha mengeluarkan jurus ampuh.
“Tapi, gombalan saya itu ga semuanya bohong kok,” Aku berusaha
menetralkan suasana. Dia lagi-lagi masih diam.
“Separuh gombalanku tadi itu jujur kok! seperempat gombalanku yang lain
setengah jujur, dan sisanya nya lagi itu baru cuma buat nyenengin kamu doang,”
begitulah kata-kata ampuh yang kukeluarkan.
“Aaaaaaah, kamu gombal lagi nih! Ga ah, ga percaya! Kamu gombal lagi
kan?” Perempuan Desir Angin mulai terpancing bicara walau masih sedikit marah.
“Duh, kamu ini gimana sih. Itukan penjelasanku, masa ga percaya juga?”
kataku yang berharap dia mempercayainya.
“Dasar kamu itu yah! Ngegombal aja pembagian!” dia masih pasang muka marah.
“Separuh kata-kataku tadi jujur kok, serius!” Aku meyakinkan.
“Udah ah jangan gombal terus!” dia pura-pura kesal. Walaupun sebenarnya
hatinya senang.Senang juga karena aku sudah jujur baru saja ngegombalin dia. Cara
ngegombal yang aneh, begitu mungkin yang ada di pikirannya. Mulutnya
tersungging senyum. Mereda juga marahnya
Padahal aku setengah mati bersilat lidah untuk memperbaiki kesalahan
omong barusan. Berkelit dari blunder yang sudah kulakukan.
Pak Mandor harus belajar lagi untuk menggombal dengan kata2 yang gombal , bukan kata2 yang gombal nya gak jelas menggombal atau gak...
BalasHapus( wedeh...kok komen bunda jadi mbulet gini yaaa.....hahaha.. ) :D :D
yang jelas, Pak Mandor gak usah pake gombal2 an lah...
Perempuan Desir Anginmu sudah tau , apa yang dirasakan oleh Pak Mandor terhadap nya ...karena bunda sudah cerita tadi sama dia..... :P
salam
Perempuan Desir Angin ternyata seneng digombal bunda, baru tahu sayanya hahahaha
HapusKenapa nggak bilang-bilang dari dulu, makanya saya salah tingkah teruss
separyuh gombalku... terbang bersama dirimu
BalasHapusLangsung ambil gitar menerbangkan angan-angan sang Perempuan ituh
HapusSosok perempuan Desir Angin sangat mengenali aneka ragam dan tingkat derajat rayuan gombal.
BalasHapusSelamat melanjutkan kiat berkelit dari blunder. Salam
Wahahaha Bingung juga kalau sudah melakukan blunder. Jadi susah memperbaikinya
HapusSemoga hubungannya baik-baik saja
Penasaran .. Siapakah perempuan desir angin itu ???
BalasHapusKapan-kapan kalau ada waktu akan saya kenalkan dengannya
HapusJangan naksir yaaaa
Ampuuuun dj... udah banyak gombal di rumah
BalasHapuswahahaha gombalan di rumah ternyata ampuh untuk merayu
Hapusya ampuuuun bang Mandor...
BalasHapusmbok yah si perempuan desir angin ituh jangan di gombalin dan dikasih harapan palsu gitu atuh laaaah...
Langsung dikasih kepastian aja deh yaaaah..hihihi...
*selalu maksa bikin hepi ending ala drama korea*
Lho ini sebenarnya mirip-mirip drama korea cuman sentingannya di Barat. entah barat yang mana gitu xixixi
HapusSekali-kali perempuan desir angin digombali kan gakpapa toh.
Ini jujur kok, jujur ngegombalnya, hehehe....
BalasHapuslha iya, kan sudah ngomong kalau saya jujur nggombalnya hahaaha
Hapusternyata ada tingkatannya ya mas negombal itu ? hihihi
BalasHapustingkatan-tingkatan itu hasil akrobat saya sendiri mbak, maklum lah hampir kehabisan kata-kata
HapusGombal Tingkat dewa.. he he
BalasHapusnaah maunya seperti ini, tingkat dewa
Hapuswuih... top banget deh gombalnya..:D
BalasHapus