Jumat, 15 Agustus 2014

Mari berproduksi

Budi membeli apel 2 buah, jeruk 2 buah dan salak 3 buah. Harga apel 400 rupiah, harga jeruk 300 rupiah dan harga salak 100 rupiah per buahnya.Jika uang budi 2000 rupiah, berapa kembalian yang harusnya diterima?

Saya tidak menyalahkan soalnya. Secara tidak sadar, soal pembelian ini kita terima secara terus-menerus. Pelajaran matematika, Bahasa Indonesia, tidak terlepas dari kegiatan membeli. Sehingga alam bawah sadar tertanam untuk membeli. Informasi kegiatan konsumtif ditanam sedari kecil.


Meski ada yang menyela, ada kok soal yang bukan membeli seperti berikut :
Ada burung bertengger di pagar 5 ekor. ditembak satu, Berapa ekor yang tersisa?

Sayangnya pertanyaan tersebut bukanlah pertanyaan yang ada di buku cetak maupun pertanyaan ujian atau ulangan. Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan anekdot. Orang yang menjawab 4 akan disalahkan, karena burung akan serta-merta terbang begitu mendengar letusan.

Trus apa jadinya? saya tidak tahu apakah ada hubungannya antara pelajaran membeli ini dengan kegiatan konsumtif masyarakat kita sekarang ini. Belum ada penelitian ilmiah tentang ini.
Saya hanya miris, kelakuan konsumtif masyarakat sudah sangat akut. Pembelian sudah tidak didasari oleh kebutuhan, namun sudah merambah kepada merek, gengsi, keluaran terbaru, produk luar negeri.

Taruhlah kita membeli sebuah ipad keluaran terbaru. Kalau memang posisi kita mobile dan mengharuskan untuk selalu online dan bekerja sambil jalan, cek imel dan harus bales secepat mungkin, laporan dan foto barang kondisi aktual, ya wajar memang kebutuhannya begitu. Tapi umumnya kan enggak, handphone IPAD mobil tas sepatu jam tangan perhiasan dibeli hanya untuk gengsi dan mengikuti mode saja. Jika gak beli akan merusak citra di mata orang banyak dan menjadi hina dina.

Sudah, cukuplah kita yang merasakan soal beli-membeli itu. Yang masih bisa ngerem keinginan membeli itu ya alhamdulillah, yang gak bisa ngerem keinginan membeli mulai hari ini coba dipikir lagi, beli barang ini sebenernya butuh apa enggak.

Maka dari itu mari kita sedikit demi sedikit mulai menanamkan jiwa produktif, jiwa berkreasi, jiwa membuat.Kalaupun harus beli, beli bahan yang dibutuhkan untuk membuat dan berproduksi. Mari kita menjadi orang yang berpikir produktif. Apa yang bisa saya hasilkan. Apa yang bisa saya jual. Toh sudah banyak buktinya bahwa produksi anak negeri sama bagusnya dengan yang kita anggap bermerek itu. Dan yang lebih menyakitkan lagi, ternyata barang yang kita banggakan sebagai barang berkelas dari luar itu ternyata buatan tangan-tangan orang lokal yang kemudian diberikan label merek dan dijual kembali ke sini dengan harga selangit.

Mari kita mulai berpikir produktif. kepada adik-adik kita, anak-anak yang sedang belajar, mari kita buatkan soal yang menggiring mereka untuk berkreasi. Dimulai dari hal-hal kecil, hilangkan kata beli dan membeli.

Sebuah bunga mainan dibuat dari kain flanel 10x15 cm. Jika sekarang punya 1 lembar kain flanel 1 x 1 meter, berapakah bunga yang dapat dibuat?

Dari sepuluh anak-anak yang kita ajarkan untuk berproduksi, jika ada dua orang saja yang bercita-cita untuk memperbesar produksinya, ingin mengembangkan lebih variatif, ingin membuat pabriknya sendiri, itu sudah lebih dari cukup. Lebih dari cukup untuk membawa Indonesia ini menjadi negara maju di masa mendatang.

17 komentar:

  1. Benar juga ya ... bagaimana coba kalau anak2 dikasih soal ttg produksi ya?

    Si Minah mampu membuat satu lusin bros dari sisa kain hari ini. Besoknya ia mampu membuat dua lusin. Berapa banyak bros yang mampu ia hasilkan?

    Nah kalo begitu, rasanya lebih bagus, lebih mendidik. Orang2 yang menyusun buku pelajaran sekolah harusnya menelaah tulisan ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bunda, saya membayangkan bagaimana adik-adik kita diberikan pemahaman tentang berkreasi dan berproduksi dalam soal maupun pengajaran. Pemahaman untuk membuat dan berkreasi ditanamkan sejak kecil sehingga diharapkan nantinya bisa menumbuhkan jiwa produktif.

      Hapus
  2. Saya baru sadar bahwa dari SD kelas 1 sampai kelas 6 anak2 saya selalu mendapatkan soal matematika tentang ibu membeli telur, mangga dll.
    Tidak ada contoh yg lain tapi kreatif ibu memasak singkong atau pisang 15 buah dibagi rata utk 5 orang. Masing2 dpt berapa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Naah, sejak kecil kita memang diberi soal beli dan membeli. Alam bawah sadar kita merekam, maka jadilah kita orang-orang konsumtif hahahah (kesimpulan ngawur)

      Hapus
  3. bener juga ya mbak... dari kecil kita diajarin konsumtif sih..
    tahun demi tahun soal nggak berubah, kebiasaan pun tetep juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin bisa diimbangi dengan pengajaran di rumah. Di rumah diberikan soal-soal yang menghindarkan kata-kata beli dan membeli. Ada banyak sekali ide soal yang mengarah ke bentuk produktif

      Hapus
  4. Terima kasih Mas Sus, sedini mungkin pemikiran produktif dimasukkan melalui cerita dan kurikulum usia dini plus dasar, sekian generasi akan memetik hasilnya.
    Salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Harapan saya juga begitu mbak, penanaman pengajaran produktif sejak dini saya berikan di rumah. Semoga bisa menjadi penyeimbang dengan pelajaran di sekolahnya.

      Hapus
  5. apa kabar bang Mandor :)
    Lama gak apdet niiiih :)
    *padahal sendirinya juga*

    Aku setuju sekali bang, kita memang punya kecenderungan untuk bersikap konsumtif yah mas, dan membeli barang2 sesuai keinginan bukan sesuai kebutuhan :)

    Kalo dvd drama korea mah merupakan kebutuhan utama untukku lho bang...hihihi..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haii bibi Titi, lama gak apdet sayanya masih istirahat. Sekarang mencoba menulis lagi.
      Kalau DVD korea bisa menentramkan, kenapa tidak wahahahaha

      Hapus
  6. Saya menyoroti soal pendidikan, terutama untuk cara memberikan mata pelajaran buat anak didiknya..
    Dan saya rasa..udah saatnya meninggalkan acuan jaman yg sdh dulu.. karena anak skrng kritis dalam menanggapi satu permasalahan..berbeda dg jamannya kita dulu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya benar, anak sekarang sudah melihat kondisi lingkungan yang terjadi. Ketika pelajaran yang didapat tidak sesuai dengan lingkungannya akan langsung ditanyakan. Biasanya sih tanya ke orang tua dulu baru ke Pabak Ibu Gurunya

      Hapus
  7. saya sedang merasakan efek dari soal beli membeli ini,
    walau emaknya berbusa-busa mulutnya untuk ngomong, 'coba dimanfaatkan yang ada', teuteup aja, anaknya yg masih SD kepikirannya pertamakali,'beli'.
    Malah ada guru ngajarkan murid SD untuk,'utang dulu', pinnya boleh dibawa, besok bawa uangnya ke sekolah, hiks-hiks.

    BalasHapus
    Balasan
    1. lhaa, anak sekarang sudah aktif kalau ada sesuatu yang baru. jadi pengennya beli teruss. Apalagi didukung oleh gurunya.

      Hapus
  8. jadiinget waktu masih duduk di bangku sd :D

    BalasHapus

Ada komen, silahkan.
Mohon maaf jika tersandung Chapcha, setting saya sudah non-aktif tapi mungkin ini adalah kebijakan blogspot. Terima kasih