Jumat, 17 Oktober 2014

Berbuat Salah

Ambil contoh orang paling terkenal di dunia lampu, Thomas Alfa Edison. Dia melakukan percobaan yang banyak untuk bahan lampu pijar tersebut. Mulai dari filamen-filamen logam, elemen platina, untaian karbon, hingga yang terakhir adalah bahan wolfram. Bahkan ketika percobaan menggunakan logam putih, lampunya meledak karena bahan tersebut tidak kuat menahan arus besar. Dari sekian percobaan yang dilakukannya, ditemukan kawat wolfram yang mempunyai ketahanan menyala paling lama selama 40 jam.

Setelah itu muncul lampu TL (lampu tabung). Lampu ini terdiri atas tabung kaca yang hampir hampa udara dan berisi uap raksa. Di ujung-ujung lampu TL terdapat elektroda yang diberi tegangan yang cukup tinggi. Perbedaan tegangan ini menghasilkan loncatan bunga api listrik di antara kedua elektroda sehingga gas yang ada di dalam lampu TL memancarkan cahaya. Cahaya tersebut mengenai lapisan fosfor yang ada dalam tabung lampu TL yang menyebabkan lapisan fosfor memendar dan lampu terlihat mengeluarkan cahaya.

Sekarang teknologi semakin maju. Kini muncul lampu LED yang lebih ramah lingkungan dan efisiensinya lebih tinggi. Loncatan listrik dari elektroda hanya membutuhkan tegangan yang kecil saja, hanya sekitar 1 sampai 5 volt saja untuk melepaskan foton (cahaya) melalui sambungan elektrodanya.


"Sampeyan itu ngomong apa sih bang?" Mbok Djum nyamperin saya. Saya nyomot pisang goreng yang masih panas mogah-mogah, baru diangkat dari wajan.

"Lho ya itu tadi." Jawab saya.

"Owalah, Itu artinya sampeyan gak bakat menjelaskan sesuatu kepada seseorang. Ngomong teori hanya berdasarkan pengetahuanmu sendiri. Tidak melihat siapa yang mendengarkan omonganmu. Kan kasihan sama orang-orang yang ada di sampingmu, gak ngerti, gak level bahasamu." Lanjut mbok Djum sambil tetap fokus di depan wajan penggorengan yang panas.

"Sederhanya begini Mbok. Saya gak ngerti, apakah manusia tidak boleh berbuat kesalahan?"

"Eh, maksudmu?"

"Saya dituntut untuk tidak melakukan kesalahan dalam percobaan dan dalam kehidupan. Artinya, setiap apa yang saya lakukan harus benar. Kalau tidak benar, akan ada yang marah. Hal ini tidak hanya saya yang merasakannya. Banyak orang lain yang mengalami hal yang sama seperti saya. Pokoknya harus benar, titik."

"Jadi ini curcol ceritanya?" Sahut mbok Djum sambil tersenyum.

"Apakah pas percobaan bahan logam putih dan lampunya meledak, Thomas Alfa Edison itu disebut sebagai melakukan kesalahan? Tentu tidak, Mbok. Siapa yang berani bilang dia melakukan kesalahan? Siapa yang berani bilang bahwa filamen logam, elemen platina, untaian karbon itu adalah bahan yang salah? Hanya Thomas sendiri yang berhak ngomong salah. Orang lain tidak berhak, Mbok."

"Hmm... benar juga katamu."

"Sekarang sudah ada teknologi lampu LED. Jangan-jangan orang-orang malah semakin sadis. Itu Thomas Alfa Edison goblok banget. Ngapain pakai mbikin lampu bolham segala. Ngapain lampu TL diciptakan. Lampu bolham dan lampu TL itu suatu kesalahan. Kan sekarang ada LED yang lebih efisien terhadap energi. Bolham dan TL adalah pemborosan energi di masa lalu. Sebuah kesimpulan yang ajaib kan Mbok?!" Jawab saya terus membela diri.

"Hahahaha, kalau Pak Thomas itu melakukan kesalahan. Lampu Bolham hasil kesalahannya itu malah sudah terjual seantero jagad raya. Bisa menghidupi karyawan seluruh pabrik lho." Tukas mbok Djum sambil mengangkat gorengan yang sudah matang dari wajan.

"Sebenarnya, itu tergantung kamu sendiri mengartikan apa itu kesalahan." Lanjut mbok Djum. "Setahu saya sih manusia itu dilarang melakukan dosa. Dosa itu sudah ada aturannya di dalam kitab suci. Dosa itu sudah disebutkan dengan jelas. Sedangkan kesalahan itu belum terdefinisi sampai ada teori yang lebih mendekati kondisi yang sebenarnya."

"Kadang orang rancu secara definisi ini. Kesalahan masih dianggap dosa, padahal kan tidak selalu. Jadinya salah kaprah. Orang jadi tidak berani melakukan kesalahan. Tidak berani melakukan percobaan karena takut salah dan dosa."

"Jadi intinya ini masalah salah kaprah doang mbok? Salah persepsi yang masih dipertahankan."

"Makanya, lakukan percobaan sebanyak mungkin sehingga kamu mendekati kebenaran. Tapi jangan sekali-kali berbuat dosa."

"Jadi saya gakpapa mbok melakukan kesalahan?"

"Lho, katamu tadi percobaan yang salah tidak boleh disebut kesalahan. Yang bener yang mana nih?" Mbok Djum membalik kata-kata saya tadi

"Hahhahaha." Saya dan mbok Djum tertawa besama. Kemudian mbok Djum nyeletuk.
"Kemudian terdakwa di dalam persidangan berucap "Maaf pak Hakim, saya khilaf, saya melakukan kesalahan korupsi uang negara 375 Milyar." Woo pengen tak getok aja orang ini."

Khilaf gimana, salah yang bagaimana? Sebenarnya, perbuatan mencuri itu sudah ada alarm di dalam hati, bahwa perbuatan ini dilarang. Lha kok malah diteruskan mengambil uang yang bukan haknya.

18 komentar:

  1. Nek aku sih percayanya Tuhan itu ada di sini.. *tunjuk ke dada*. Di hati nurani.. Jadi membedakan mana salah mana dosa, pasti segampang bikin sambel brambang asem rasa surga.
    Komenku tengil banget yes? macam orang paling beriman aja. ngahahahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salah karena mencoba itu harus dilakukan untuk mencari yang benar. Sedangkan dosa, itu mutlak harus dihindari.
      Tuhan sudah memberikan aturan-aturan untuk kebaikan manusia. Perbuatan dosa itu merusak, oleh karena itu dilarang.

      Hapus
  2. whoaaaa...mbok Jum nongol lagi...

    *ikutan comot pisang gorengnya*
    *fans mbok Jum garis keras*

    Mungkin istilah 'salah' terlalu keras untuk mengartikan sebuah kegagalan dalam percobaan mas...belum berhasil aja itu mah :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, belum berhasil itu mungkin kata yang bisa mewakilinya. Kadang orang takut mencoba dengan alasan takut berbuat kesalahan. Nah loo, jadi rancu salahnya apa

      Hapus
  3. melakukan kesalahan beda kali ya dengan melakukan dosa...
    hi hi..kalau saya juga sering melakukan kesalahan..ya saya perbaiki lagi setelah tahu bagaimana cara memperbaikinya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pada intinya seperti itu, kesalahan karena terus mencoba agar kita tahu benarnya yang harus dilakukan, memperbaiki setelahnya.

      Hapus
  4. Mok Jum mbahasnya emang cespleng Bang. Hihihi. Salah belum tentu dosa dan kalo gak salah gak belajar gitu ya Bang. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya benar. Salah belum tentu berdosa. Karena di dalam kesalahan itu ada yang namanya proses belajar

      Hapus
  5. kesalahan yang dilakukan karena usaha untuk mencapai sesuatu yang baik tidak dapat sepenuhnya dikatakan keselahan namun lebih tepat sebai pembelajaran

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada kalanya kita memang harus menghabiskan jatah kesalahan-kesalahan yang ada agar kelak, ketika jatah salah sudah habis, kita berjalan dengan nyaman karena yang dilakukannya benar.

      Hapus
  6. lama tidak ngeblog, dan jarang kemari. Jadi baru kenal mbok Jum yang mewakili wanita sholekhah kebanyakan.
    Waktu baca di bagian kalimat pertama mbok Jum, saya jadi ingat pada diri sendiri... kadang tanpa sadar berbicara tanpa melihat tingkat pemahaman lawan bicara (krn di rumahku semua lulusan SD-SMP dan tak suka membaca/sekedar nonton berita. hehe.. bener juga.
    Minta pisgornya ya mbok Jum. itu jajan favorit saya sedunia (setelah tahu susur)

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah iya mbak. Kalau berbicara itu ternyata gak harus diatur. Harus melihat-lihat dulu siapa yang ada di depan dan di sekeliling kita agar apa-apa yang disampaikan itu bisa dimengerti.
      Nggak cuman menyampaikan saja, tapi ada semacam tanggung jawab sosial agar mereka mengerti.

      Hapus
  7. postinganya sangat bermanfaat mas, banyak qoute yang mencerahkan yang terkandung didalamnya, makasih udah berbagi,
    salam kenal :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga bermanfaat apa yang saya tuliskan ini
      Terima kasih telah berkunjung

      Hapus
  8. Zoom in zoom out saya bacanya, biar nggak gagal paham. *catatan anak polos
    Akhirnya nggak paham juga. Hehe!
    Kalau kesalahannya karena disengaja terus, harus diulangi lagi tuh tobatnya. Jangan2 nggak diterima. ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pertanyaan bagus. Bagaimana kalau kesalahannya berulang?
      Kemarin sempat saya tanyakan ke mbok Djum juga. Jawabannya begini:
      Ada 2 kemungkinan. Pertama memang kapasitasnya gak mampu, pikirannya gak bisa berkembang dengan adanya pemberitahuan-pemberitahuan yang sudah ada itu. Artinya memang dia tidak mau belajar dan tidak mau berkembang. Tobat? Tobatnya harus dia sendiri membukakan diri terhadap perubahan-perubahan hasil pelajaran yang didapat.
      Kedua. Sengaja untuk melakukan kesalahan lagi. Lha ini yang susah. Sudah tahu salah tapi tetap saja sengaja salah. Kalau memang dia sengaja artinya melanggar aturan. Melanggar aturan itu dimanapun pasti merugikan. Apalagi kalau aturan tersebut berkaitan dengan kitab suci, pasti berdosa.

      Hapus
  9. Mbok Jum Gaul juga ya mas orangnya, ngerti curcol segala :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, itu mbak yang saya suka dari mbok Djum. Membumi, bisa mengerti arah pembicaraan orang yang dihadapinya.

      Hapus

Ada komen, silahkan.
Mohon maaf jika tersandung Chapcha, setting saya sudah non-aktif tapi mungkin ini adalah kebijakan blogspot. Terima kasih