Senin, 24 November 2014

Naik Gaji

Terima kasih telah datang
Bisa pemrograman robot?
Tidak
Bisa ngitung arus dan tegangan?
Tidak tahu pak
Bisa menggambar teknik?
Tidak bisa pak
Bisa ngelas, nyambung listrik, nyolder?
Engg ...
Bisa MS Word?
Tidak
MS Excel?
tidak
trus isamu ki opo?
Saya bisa kerja pak. Suruh saya apa saja nanti saya sambil belajar.
Gajinya UMK kan pak.

"Mas Mandor, gimana nih?"

Dengan tenang saya jawab begini "Kami akan memberimu uang jalan selama 1 bulan di awal bulan. Jadilah sales produk perusahaan kami. Jika kamu mencapai target penjualan, maka bonus batas target itu adalah UMK bagimu. Bahkan kami akan membayarmu 35 juta per bulan asalkan kamu memastikan penjualan perusahaan ini 90 milyar per bulan. Ingat, jika dalam 1 bulan masa percobaan gagal, bulan berikutnya tidak usah balik lagi ke sini."


Mekanisme gaji yang diberikan adalah berdasarkan kontrak yang dilakukan di awal penerimaan. pastinya akan ada tawar menawar antara calon karyawan dan perusahaan. Jika calon karyawan tidak setuju dengan gaji yang diajukan oleh perusahaan, calon karyawan berhak untuk bilang tidak dan perusahaan tidak bisa memaksa calon karyawan untuk bekerja di tempatnya. Jika calon karyawan setuju dan sepakat pada gaji yang ditawarkan maka calon karyawan menanda-tangani kontrak bersedia bekerja sesuai dengan deskripsi yang tertera.
Masalah besaran gaji memang sudah diselesaikan di awal, namun beberapa ganjalan masih menunggu di bulan-bulan berikutnya. Kenaikan inflasi per tahun, THR dan bonus serta pendapatan-pendapatan normatif lainnya tidak disebutkan. Inilah yang menjadi perdebatan setiap tahun. Perihal pendapatan normatif ini menjadi polemik, ada keuntungan dan kerugian masing-masing pihak ketika ditetapkan dalam klausul perjanjian kontrak. Misal : Gaji akan naik 10% per tahun dalam kondisi apapun, THR diberikan 1x gaji, bonus tahunan diberikan 1x gaji. Bagi perusahaan, jika pasar bagus maka angka itu menguntungkan, jika pasar sedang lesu maka angka tersebut sangat merugikan. Bagi karyawan juga dilema, jika inflasi normal maka aman, jika inflasi di atas normal ya kalang kabut.

Negara ini punya sistem UMK/UMR yang mengikat seluruh perusahaan. UMK/UMR ini untuk menjaga rakyat agar hidup bermartabat sebagai karyawan. Sistem UMR mengharuskan perusahaan membayar gaji minimal, agar rakyat bisa bekerja dengan tenang dan tidak masuk dalam kategori miskin menurut pemerintah. Pemerintah tidak ingin rakyatnya miskin, orang sudah bekerja namun hidupnya masih tidak layak.

Nah, masyarakat kita ini memang unik. Masing-masing pihak merasa bisa menentukan KHL sendiri menurut kebutuhan hidup masing-masing. Perusahaan menentukan hitungannya sendiri, pemerintah memberikan hasil surveynya, dan karyawan sendiri juga punya itung-itungan. Ketika masing-masing mengeluarkan angka di hadapan forum, tidak ada sedikitpun rasa percaya terhadap hasil hitungan yang didapat.

Perusahaan tetap akan realistis. Perusahaan akan mencari profit dengan angka yang sudah ditentukan misalnya 20%, 30% atau 40% tergantung masing-masing perusahaan, jika masih impas atau malah rugi maka lebih baik ditutup saja perusahaannya. Penentuan kenaikan gaji karyawan yang tidak disebutkan di dalam kontrak kerja akan diperhitungkan berdasarkan nilai ekonomi dan kondisi pasar. Namun tetap memperhatikan pemerintah sebagai rekan diskusi tentang angka kelayakan dan kriterianya.

Pemerintah menetapkan item-item Komponen standar Kebutuhan Hidup Layak pada UU No. 13 tahun 2003. Pembahasan lebih mendalam tertuang dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun 2005. Pemerintah bekerja sama dengan lembaga survey dan akademisi melakukan survey berdasarkan item-item yang sudah ada. Dengan hasil survey yang dimiliki di daerah masing-masing juga merupakan data valid untuk menetapkan besaran angka gaji yang menjadi patokan kelayakan hidup.

Sedangkan karyawan juga memiliki dasar perhitungan sendiri tentang kehidupan yang layak menurut mereka. Nah ini yang masih tidak jelas bagaimana menghitungnya. Karyawan tidak bisa menyediakan data secara ilmiah tentang kelayakan hidup. Maka yang muncul adalah kriteria dari masing-masing kepala, dengan angka-angka yang dihitung sendiri. Beberapa berita yang lucu mengenai KHL ini juga kerap muncul.

"Motor ninja yang dipakai demo kemarin itu masih nyicil, oleh karena itu kami menuntut kenaikan gaji segini untuk membayar cicilan"
"Nasi soto 12rb dikali 3 dikali 30 hari."
"karyawan minta Pijat masuk komponen KHL, Karyawan juga capek setelah kerja butuh dipijat."

Serangkaian argumen pun juga muncul. "Singapura saja rata-rata gajinya 13juta, Malaysia? Brunei Darussalam? Kita kalah, kita lebih rendah."

Jika perhitungan KHL versi karyawan langsung diajukan kepada perusahaan, maka yang ada adalah tindakan. Perusahaan akan menyodorkan kontrak kerja yang telah ditandatangani di awal masuk kerja. Jika tidak suka dengan gaji yang diterima maka keputusannya sudah jelas, silakan mengundurkan diri dan cari perusahaan yang membayar sesuai permintaan. Artinya, karyawan sangat lemah posisinya di depan perusahaan.

Yang bisa melakukan tekanan terhadap perusahaan adalah pemerintah. Dalam hal ini melalui mekanisme UMK/UMR. Maka timbullah demo. Demo memaksa pemerintah untuk menuruti angka hitungan karyawan. Turun ke jalan, sweeping, blokir jalan tol, dan menutup jalan raya agar didengar permintaannya.
Seperti yang sudah disebut di atas, kondisi ini sangat unik dan menyenangkan. Di depan meja perundingan, Angka yang dikeluarkan perusahaan tidak dipercaya oleh karyawan. Angka yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak dipercaya oleh perusahaan dan karyawan, angka yang dikeluarkan oleh karyawan tidak dipercaya oleh perusahaan.

Ketika sebuah angka gaji UMK/UMR ditetapkan, saya yakin tidak ada pihak yang setuju.

Dan anehnya, ketika tidak setuju itu, perusahaan tidak mengambil keputusan gulung tikar sebagaimana karyawan tidak serta merta mengundurkan diri massal.

44 komentar:

  1. sebenernya bisa jadi perusahaan cuma ngak mau nurunin marjin keuntunganya. sedangkan karyawan sendri dengan gaji segitu sudah mencukupi cuma siapa si ngak mau dapet lebih :D haha

    *susah ya mau komentar :D gagal terus*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar juga. Perusahaan gak mau nurunin margin pendapatan, sah-sah saja sebenarnya. Karyawan juga pengen lebih dong masak perusahaan untung terus karyawan tetep segitu-gitu saja.

      Posisi tawar kepada perusahaan menjadi penting kala profesionalitas yang menjadi ukuran. "Kamu bisa apa?" Nah, ini yang kadang kita gak bisa jawab dengan tegas.

      Hapus
    2. Ia teman. Manusia cenderung tidak pernah puas dah.... Maunya nambah mulu, yang harus dipikirkan juga adalah kita sebagai karyawan harus juga dong secara kinerja lebih ditingkatkan lagi.
      Terimakasih
      menang BERSAMA
      Hidup Adalah Perjuangan

      Hapus
  2. Ketemu beberapa perusahaan yang punya banyak karyawan, temen di bank lain juga sama sih. Beberapa perusahaan itu juga merasa terbebani sekali dengan tuntutan yang menurut mereka kadang tidak masuk akal. Segala fasilitas sudah dipenuhi dan memang, ketika dirasa sudah tidak masuk akal lagi, pemilik perusahaan akan langsung memutuskan untuk gulung tikar. Saya rasa di sini yang rugi akhirnya karyawan juga karena pemilik perusahaan sudah memiliki keuntungan tahun-tahun sebelumnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perusahaan gulung tikar karena merasa profitnya sedikit (Padahal belum rugi). Kasus pabrik Sony yang hengkang dari Indonesia karena perusahaan merasa tidak profit (profitnya sedikit).
      Yang paling ditakutkan adalah nanti perusahaan2 besar di jabodetabek akan bergeser ke arah Jawa Tengah atau Jawa Timur yang biaya produksinya lebih rasional.
      Yang rugi, karyawan yang kena PHK. Atau kalau mau, ikut pindah mengikuti pabriknya berada, dengan konsekuensi gajinya turun.

      Hapus
    2. ini ni yang banyak kasusnya, perusahaan tutup dan pindah tempat. beberpa teman yang kerja di pabrik pernah cerita . karena kenaikan umr beberapa waktu yg lalu akhirnya pabriknya tutup di indo beberapa karyawan yang kerjanya bagus dapat tawaran kerja di pabrik pusat (di luar negri)

      Hapus
    3. Itulah yang saya sebut sebagai realistis. Bagi perusahaan, tujuan utama menanamkan modal adalah profit, jika tidak profit sesuai dengan rencana awal ya cari yang lain yang bisa. As simple as is

      Hapus
  3. Pada akhirnya memang harus mencapai titik ekulibrium ya, alias titik kesepakatan antara perusahaan dan karyawan karena keduanya juga memiliki kepentingannya masing-masing. Kalau ngikut maunya perusahaan, karyawan merasa tidak cukup; kalau ngikut maunya karyawan, perusahaan bisa-bisa bangkrut, hehehe :) .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya malah berpikiran jelek seperti ini. Kalau kita ingin mendapatkan angka segini, kita harus tahu kira2 perusahaan akan memberi angka berapa, kita harus memperhitungkan angka di atasnya sehingga didapat titik tengah angka segini. Data bisa dibuat dan dicocok-cocokkan sesuai dengan besaran permintaan.

      Takutnya sih...

      Hapus
  4. sampai pada akhirnya, buruh akan terus menuntut dan pengusaha tidak akan menurunkan keuntungannya. akan begitu seterusnya.... sampai si buruh menjadi pengusaha, sampai pengusaha merasakan jadi buruh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Muter terus jadi lingkaran yang tiada habisnya, Sampai masing-masing pihak menyadari ternyata mereka saling membutuhkan.

      Hapus
  5. Rasa saling gak percaya ternyata buntutnya bisa sepanjang itu. Bisa sampai memindahkan pabrik atau seminimnya menutup jalan tol...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekali-kali mbok ya saya diwawancarai pas di tengah-tengah jalan tol itu hahahaha

      Hapus
  6. Kalo mas mandore yang nulis, memang beda hasilnya. lebih mengena nih pembahasannya.
    Saya sendiri hanya IRT, suami wiraswasta, jadi memang tak mengenal UMR dan problematikanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak Susi, nanti suatu saat kalau usahanya sudah besar dan berbadan hukum. Hal-hal seperti ini harus segera diselesaikan di awal perjanjian kontrak. Kalaupun harus ada UMK/UMR maka harus dibarengi dengan tuntutan target dan profesionalitas di semua posisi perusahaan.
      Tujuannya adalah agar perusahaan tetap berjalan.

      Hapus
  7. Cari jalan keluar yang tidak merugikan semua pihak.
    *komen saya disini kok hilang mulu?
    Padahal saya bisa ngitung tegangan, bisa ngelas, bisa komputer, jadi gaji saya berapa Pak?
    *sebelum minta kenaikan gaji, harusnya cari dulu laporan bulanan perusahaan tentang produksi, pembelian dan penjualan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. belum layak untuk digaji, karena menerbitkan komen saja selalu gagal (hilang mulu) gimana mau digaji, heheh..!!

      Hapus
    2. Bunda Ysalma :
      Kalau mencari jalan tengah harusnya pihak yang berkepentingan. Perusahaan dan karyawan, pemerintah sebagai mediator saja. Kasus sekarang kan tidak begitu, karyawan terkesan memaksa pemerintah untuk menetapkan angka.
      *Kolom komen sedang ngambek, capchanya ngajakin bercanda mulu
      Permintaan gaji,perusahaan sudah punya standar tertentu. Yang pasti karyawan dengan kompetensi lebih juga akan dibayar lebih. Sedangkan permintaan kenaikan gaji memang harus memperhatikan kondisi keuangan pabrik. Inforimasilaporan bulanan dan laporan tahunan memang tertutup, namun bisa diberikan kepada orang-orang yang bertanya, bahkan level operator sekalipun. Tidak ada salahnya bertanya untuk bahan dasar permintaan kenaikan gaji ini.

      Hapus
    3. Devi :
      Hahahaha test pertama sudah gagal

      Hapus
  8. patokan UMR udah sippp, tapi kayaknya perusahaan gak bakal 100% menerapkannya deh. lha wong saya yg kerja di instansi negeri aja juga jauuuuh dari UMR, hehee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau pemikiran pemerintah malah lebih asyik lagi mbak.
      "Lha itu gaji PNS saja sekian, gak ada yang miskin. Masak kalian minta lebih? Hidup layak itu yang kayak gimana?"

      Hapus
    2. tinggal jawab, "Yang punya mobil tapi BBM-nya ditanggung pemerintah, Pak'e..."
      lalu subsidi ditambah, tapi pajak dinaikkan, rakyat non PNS mlarat... engggg...

      Hapus
  9. coba kalau kerja bawa bekel dari rumah, pasti uang jajan yang 10rb/hari cukup, ini malah makan saja sudah diluar dengan harga yang lebih dari 10rb, bagaimana banyak simpanan diwarung simbok, padahal bekal uang dari istri cuma 10/hari, hayooo...

    hehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sempat ngakak dalam hati (gimana caranya?!) mendengar meeting dengan menyebutkan "Nasi soto 12rb dikali 3 dikali 30 hari."
      Cara berpikirnya yang harus diperbaiki dulu, baru bisa diajak untuk menyelesaikan masalah yang ada.

      Hapus
  10. Bisa apa...bertemu dengan berani bayar berapa..klop semua terukur, dasar evaluasi pun njalur....
    Ulasan Mas Mandor jan topmarkotop, ikutan belajar proses pembentukan upah.
    Salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk masalah gaji ini sangat sensitif karena menyangkut masalah uang. Jika menyangkut hal-hal penting maka harus menggunakan ukuran yang jelas. Kompetensi berbanding dengan besaran gaji.

      Hapus
  11. salam kenal.. makasih udh mampir yaa.. wah lg seru omongin gaji nih yaa.. ga brani komen apa2, masing2 ada kepentingan soalnya.hihihi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah mampir ya, semoga postingan kali ini berkenan

      Hapus
  12. Lucu ya
    Sungguh unik .....
    Perusahaan tidak dipercaya karyawan.
    Pemerintah tidak dipercaya perusahaan.
    Karyawan tidak dipercaya perusahaan.

    Kenapa tidak dibalik saja :
    Perusahaan dipercaya karyawan.
    Pemerintah dipercaya perusahaan.
    Karyawan dipercaya perusahaan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau dibalik. akan ada banyak pertentangan mas. Sulit sekali mencari orang yang legowo, meskipun sebenarnya ada.

      Hapus
  13. Balasan
    1. Agar tidak ruwet, harus membekali diri dengan profesionalitas yang tidak bisa ditawar oleh siapapun.

      Hapus
  14. Masalah gaji emang sensitif banget. Kadang bukannya nggak mau ngasih gaji gedhe, perusahaan untungnya juga udah mepet *malah curhat nih pemilik UKM*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, ini masalahnya. Kemampuan perusahaan kan tidak semua sama. Harusnya pilihan sudah diserahkan kepada karyawan. Kalau gajinya segini mau apa tidak, kalau mau teruskan kalau tidak ya silakan tinggalkan.

      Hapus
  15. gaji belum naik, nasi uduk udah naik. huahahhaa... yastralah ya mari kita buat nasi uduk sendiri. hidup ngirit! :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. wahaaha siapp. Penghematan harus dijadikan solusi sementara, bukan solusi permanen. Tahun depan harus meningkatkan pendapatan karena kebutuhan juga akan naik.

      Hapus
  16. Ah.. Aku ngga ngerti ginian.. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mumpung dirimu gak ngerti beb, sekarang belajarlah untuk menjadi pemimpin perusahaan sendiri. Jangan bercita-cita jadi buruh.

      Hapus
  17. puyeng juga jadi pengusaha sekarang...hehehe...jangankan pengusaha, jadi ibu RT yang mau rekrut PRT aja juga pusing makin lama tuntutan gajinya naek dan harus bayar yayasan pula...(malah curcol ).

    BalasHapus
    Balasan
    1. PRT saja juga minta naik gaji toh, baru tahu saya. Pertanyaannya untuk PRTharusnya juga standar "Isamu ki opo?"
      Artinya dengan adanya peningkatan kemampuan akan ada peningkatan pendapatan.

      Hapus
  18. bukannya saya bela pengusaha juga. Cuma penah nonton debat antara ketua buruh dan salah seorang pengusaha di tv, dimana buruh menuntut ini-itu karena kebutuhan hidup dan mengatakan kalau bos2 hidupnya enak.

    Pengusaha itu bilang, "Silakan aja bertukar tempat. Tapi, jangan cuma lihat hidup saya yang kelihatan enak. Urus juga hutang2 perusahaan, bagaimana menggaji karyawan, bagaimana supaya tetap profit, dll."

    Ya, kadang orang memnag suka melihat hidup orang lain itu lebih enak :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. statement yang tidak masuk logika sering terucap dari perwakilan buruh. Data-data valid sering dibantah dengan ucapan menyepelekan "itu paling hanya akal-akalan saja." padahal buruh harusnya punya data sendiri yang valid dan bisa dipertanggung jawabkan sebagai bahan diskusi.

      Tapi ya gitu deh, kalau sudah hanya melihat enaknya saja semua orang juga bisa

      Hapus
  19. Sebenarnya bukan hanya karyawan swasta yg merasakan naik gaji yg bla bla bla. Sy pernah mengalami gaji di bawah umr ketika mjd tenaga honorer.
    Tng honorer kdg malah memprihatinkan kondisinya dbanding buruh. Sampai sekarang, ada perbedaan gaji yg mencolok antara honor dgn pns krn teman sy masih bertahan di sana. Padahl beban teman sy lbh besar dbanding pns yg gol bawah.

    BalasHapus
  20. Saya setuju banget dengan pendapat pak Mandor : membekali diri dengan profesionalitas yang tidak bisa ditawar oleh siapapun.
    Kalo profesionalitas punya bisa nentuin gaji.

    BalasHapus

Ada komen, silahkan.
Mohon maaf jika tersandung Chapcha, setting saya sudah non-aktif tapi mungkin ini adalah kebijakan blogspot. Terima kasih