Selasa, 15 April 2014

Sifat palsu

Saya kasih setting kondisi seperti ini :
Ada seseorang yang sehari-harinya kalem, lemah lembut, tutur katanya sopan. Wajahnya selalu berbinar cerah dan enak sekali dipandang orang. Ramah kepada tetangga, setiap hari selalu bertegur sapa dengan orang yang ditemuinya. Menjadi rujukan yang dimintai pendapatnya. Dikenal luas oleh masyarakat dengan kegiatan sosialnya.
Ketika melihat ada tetangganya tertangkap tangan mencuri sepeda motor, dia langsung marah. marah sekali dengan tetangganya yang kedapatan mencuri itu. Salah seorang tetangga yang lain bergumam

"Oo gitu ya sifat aslinya kalau muncul."


Maka semua orang yang ada di situ langsung manggut-manggut setuju dengan statemen itu. Tidak ada yang berani menyela.


Cerita di atas itu saya karang sendiri. Ndak ada di cerita nyata. Namun ada pertanyaan yang masih mengganjal. Apakah sifat yang ditunjukkan dalam cerita saya itu sifat palsu? Bagaimana mungkin dia bisa bertahan dengan sifat kepalsuannya dalam kehidupan sehari-hari. Setahu saya, semua hal kepalsuan itu mengganjal. Bahkan pengguna gigi palsu, yang nyata-nyata sudah diakui kepalsuannya, masih terasa mengganjal kok. Apalagi kepalsuan sifat yang tidak ingin diketahui oleh orang lain. Akan lebih berat lagi menahannya.
Apakah marah itu sifat asli? Jika dibandingkan dengan dengan kehidupannya sehari-hari yang ramah dan itu ditampakkan setiap bertemu orang, kok tidak disebut sebagai sifat asli? Sedangkan marah yang muncul hanya 20 menit itu langsung dianggap sebagai sifat asli? apakah kesopanan dan bagus tutur katanya selama 10 tahun itu sifat palsu?
Terlalu banyak pertanyaan yang muncul.

Meskipun ada pengecualian psikopat, sehingga dia tidak merasakan ganjalan dalam kepalsuan. Tapi kan tidak semua orang mengidap psikopat itu.

Ada banyak sekali cerita-cerita sejenis di atas yang mungkin bisa diungkapkan, minimal mirip-mirip lah. Bahkan ada beberapa statement yang senada dengan itu.
- Jika ingin mengetahui sifat aslinya, berikan dia sebuah masalah yang besar
- Ajaklah dia naik gunung. Ketika dalam kondisi capek, akan terlihat sifat aslinya
- Taruh dia ke dalam kelompok yang sedang berkonflik, maka akan muncul sifat aslinya

Sambil nyomot pisang goreng, saya nanya ke mbok Djum "Mbok, bagaimana cara mengetahui sifat asli seseorang?"

"Ya perhatikan saja kehidupan sehari-harinya. Sifat apa yang ditunjukkan."

"Kok cuman gitu mbok. Biasanya kan sifat asli itu muncul dalam kondisi tertentu? dalam kondisi tertekan misalnya." tanya saya memancing jawaban lebih lanjut

"Ya tinggal perhatikan saja kehidupan sehari-harinya."

"Kok cuman begitu saja mbok jawabannya." protes saya penasaran.

"Sampeyan ini gimana toh mas? Gini saja, kamu kan punya bos yang kerjaannya marah-marah kan. Apakah bosmu itu sifat aslinya marah-marah? kan kerjaannya protes mulu, nyalahin mulu, marah-marah mulu."

"Lha ya gak bisa langsung divonis begitu mbok."

"Jadi gimana? atau ketika suatu saat kalian diajak makan bareng di sebuah restoran dengan wajah sumringah. Kamu sebut itu sifat aslinya sedang muncul?"

"Waduh, gak tahu mbok."

"Kok gak konsisten sih pendapatmu? mengukur keaslian dan kepalsuan tapi tidak ada parameternya."

"Saya malah jadi bingung sendiri mbok."

"Asal tahu saja, semua orang kalau dalam kondisi tertekan itu normalnya ya marah. Apakah kamu menyebutnya itu sifat asli? Padahal dengan kondisi tekanan yang sama dan dia tidak marah, kok kamu tidak menyebutnya sifat asli? Apakah sifat asli itu hanya marah saja?"

"Wahaha saya malah tambah bingung mbok, ada penjelasan lain?"

"Jadi gini, semua manusia itu diberikan semua sifat di dalam hatinya. Terserah mau digunakan yang mana. Ada orang yang dominan menggunakan sifat baiknya, ada juga orang yang dominan menggunakan sifat buruknya."

Mbok Djum menjelaskan sambil mengangkat sebagian gorengannya yang sudah matang. Saya manggut-manggut. Sambil memasukkan gorengan satu per satu ke wajan besar, mbok Djum bertanya lagi.

"Dan satu lagi. Marah itu sifat baik atau buruk? marah itu sifat asli atau sifat palsu?"

"Marah itu sifat baik atau sifat buruk ya? ya tergantung kondisinya mbok" Jawab saya.

"Tergantung kondisinya ya. Marah kepada maling, marah kepada koruptor, marah kepada ketidak adilan memang sudah seharusnya dilakukan. Bahkan kalau kita punya kemampuan, kita malah dilarang untuk berdiam diri. Mungkin itu yang dilihat bosmu ketika  melihat ada yang tidak beres, ada kesalahan, marah-marah terus isinya."

Kalau asli palsu itu gimana mbok?"

"Sifat itu tidak ada yang palsu, sifat itu asli semua. Tuhan menciptakan semua sifat ke dalam hati manusia. Sifat sabar pemaaf rajin iri dengki hasud sombong tamak pun masuk di hati.
Sekarang tinggal bagaimana kamunya. Mau diapakan sifat-sifat itu. Kalau dimunculkan maka sifat itu akan mewarnai hidupmu. Kalau dikucilkan kama sifat itu tidak berkutik di sudut hati. Tergantung kamu sendiri." Jawab mbok Djum sambil berlalu.

Saya nyomot pisang goreng lagi sambil merenung.

35 komentar:

  1. Banyak sifat dalam diri, nano-nano. Tinggal si manusianya saja mau pakai yang mana yooo.
    Uhuk, Mbok Djum emang oyee.

    Racikan bumbu pisang gorengnya juga maknyus. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau aku menyebutnya gado-gado hehehe. Sifatku juga gado-gado kok

      Hapus
    2. MUngkin itu yang dimaksud mbok Djum ya mbak, semua sifat itu sudah ada di dalam hati tinggal bagaimana orangnya saja. Mau dipakai apa tidak

      Hapus
    3. Yang penting kita jadi orang yang jujur teman agar tidak hidup dalam kepalsuan yang akhirnya membawa kita menjadi seorang yang munafik. Inilah yang berbahaya itu. Terimakasih
      menang BERSAMA
      Hidup Adalah Perjuangan

      Hapus
  2. Saya condongnya sifat asli itu sifat yg dominan sehari2 ia perbuat, yang biasanya diketahui oleh orang2 yg dekat dgnya. Marah, kesal, dsb itu bukanlah sifat seseorang tapi bentuk pelampiasan emosi sesaat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. naah mungkin begitu juga persepsinya. Bahwa emosi sesaat itu tidak bisa langsung ditetapkan sebagai sifat asli yang mengalahkan kesehariannya.

      Hapus
  3. Mengukur sifat asli pada seseorang tidak bisa sehari to dua hari. Emosi seseorang tidak bisa dijadikan sebagai patokan mengklaim sebagai sifat aslinya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haa itu yang menjadi kegalauan saya selama ini. Apakah sifat asli palsu itu bisa ditentukan berdasarkan kejadian sesaat

      Hapus
  4. Semua sifat yang dimiliki seseorang sebenarnya asli, tapi kadang-kadang.. kadang-kadang lho Bang Mandor.. dalam situasi tertentu ada kala seseorang bersikap pura-pura. Misalnya pencitraan.. *lah malah bahas pencitraan* haha..

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau pencitraan itu juga termasuk kejadian langka, bukan termasuk sifat-sifatan yang ini ya hahahaha
      etapi pura-pura itu sifat asli bukan ya, adakah orang yang punya sifat pura-pura hahaha tambah mumet

      Hapus
  5. setuju kalo mau tau sifat seseorang, ajaklah naik gunung.. udah kebukti banget..hihihi...
    aku aseli apa palsu bang mandor? :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya juga sering naik gunung. Dalam proses perjalanannya ternyata muncul jiwa-jiwa kuat yang terpendam yang belum pernah muncul. Ini adalah potensi.
      Masalahnya orang sering salah kaprah menyebutnya sebagai sifat asli, jadi bingun sayanya

      Nyonya besar itu asli apa palsu ya, waduh ... tambah bingung lagi saya menentukannya

      Hapus
  6. keren ya mas opininya mbok Djum :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya bener mbak Ely, kapan-kapan kalau ada kesempatan kita mampir ke warungnya mbok Djum ngobrolin apa aja

      Hapus
  7. kangen mbok djum dan sudah muncul :)

    selalu saja mbok djum itu menenangkan jiwa stiap menjawabnya...

    manusia itu memang cuma bisa komentar yaa..

    BalasHapus
    Balasan
    1. mbak wiend, sudah lama saya pengen menuliskan kisah-kisah mbok Djum yang lain. sayanya aja yang kadang kehabisan waktu untuk menuliskannya itu. Semoga semua perkataan mbok Djum bisa saya share di sini.

      Hapus
  8. sifat aslinya keluar itu kita bilang kalau lihat orang marah2...
    padahal kan emosi marah itu semua orang punya lho, cuma ada yang marahnya meledak, ada yang marahnya jadi diam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Naah sampeyan ternyata juga tahu masalah itu ya
      Apakah yang namanya sifat asli itu harus marah-marah? tidak kan.
      Kegelisahan saya terjawab oleh mbok DJum

      Hapus
  9. jujur saja...saya juga bakalan marah kalo mengetahui ada tetangga yang tertangkap tangan mencuri sepeda motor..marah karena perbuatan mencurinya....., lalu apakah marah itu asli atau palsu,,,,kemarahan itu jelas asli dan buka direkayasa, sekali lagi marah karena ada yang melakukan pencurian...kalau tidak ada yang mencuri ..tentunya lain lagi masalahnya,,,
    keep happy blogging always,,,salam dari Makassar :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa terima kasih telah berkunjung
      Menurut mbok Djum, Marah karena ada sebab seseorang melakukan kesalahan. Marah karena ditekan dan dipojokkan, adalah kondisi normal. Jadi marah itu bisa saja tergantung situasinya.

      Hapus
  10. Hmm... jadi sifat palsu itu sebenarnya nggak ada ya, Mbok?
    *ikutan nyomot pisang goreng sambil merenung

    BalasHapus
    Balasan
    1. Katanya mbok Djum gitu sih, kalau ditantang nyariin sifat palsu, bisa nyebutin gak?

      Hapus
  11. Sama kayak panas setahun dihapus hujan sehari. Banjir deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Peribahasa itu adalah kondisi yang berlaku di masyarakat. Bahwa orang cenderung akan melihat hujan seharinya itu, sedangkan hujan dan panas adalah kondisi alam yang sebenarnya ada. Tidak ada asli ataupun palsu

      Hapus
  12. Sama kayak panas setahun dihapus hujan sehari. Banjir deh

    BalasHapus
  13. asiiik.......akhirnya muncul lagi Mbok Djum....
    terbayar kerinduan akan petutur Mbok Djum yang selalu aduhai.... :)

    pokoknya apa yang Mbok Djum bilang, bunda setuju semua
    karena memang semua sifat ya asli, gak ada yang palsu...
    yg baik atau buruk itu sifat....memang tergantung manusianya , mau dipakai yang buruknya atau yang baiknya....

    sampaikan terimakasih pd Mbok Djum ya Pak Mandor utk pencerahannya.... :)

    salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bundaa
      saya aja yang males untuk menuliskannya. Doakan saja saya bisa tetap konsisten untuk merekam kehidupan warung mbok Djum ini.

      Nanti siang kalau saya pas mampir ke warung mbok Djum akan saya sampaikan salamnya.

      Hapus
  14. Siip... jempol untuk Mbok Djum... kapan2 saya pengen tanya2 juga ke beliau nih..hehe... *turut merenung sambil ikutan nyomot pisang gorengnya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. wahahaha akhirnya tambah banyak juga penggemar mbok Djum
      Kapan-kapan kita mampir bareng ke warungnya

      Hapus
  15. orang baik belum tentu baik orang jahat belum tentu jahat. namanya juga manusia pasti ada sifat jeleknya. hal seperti itu bukan sifat palsu melainkan sifat lainnya dia ketika melampiaskan kekesalan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyaa, bisa jadi begitu ya
      Bahkan kita tidak bisa menghakimi dia baik atau jahat karena kita tidak selalu bersamanya setiap saat.
      Bisa jadi saat dia melampiaskan kekesalannya, mungkin baik menurut orang lain

      Hapus
  16. Eyaampuuun si Mbok Djum muncul lagi disiniiih...
    aku kok tambah nge fans sama beliau sih yaaaah...
    *ikutan nyomot combro sama cireng*

    Kalo aku sih tidak ingin mengkotak2kan sifat baik dan buruk yah mas...
    Karena dalam diri orang paling baik sedikit pun, pastilah ada setitik yang buruknya...kan gak ada yang sempurnaaa :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Naah sampeyan kayaknya ngerti dengan arah omongan mbok Djum. Kapan-kapan kita ngobrol bareng saja ke warung mbok Djum yuk

      Hapus
  17. mbok Djum umurnya berapa sih kok bijak beneeeer?
    kalau sama pasien, saya ramah dan tutur katanya halus. kalau udah di rumah, beda lagi, membahana sekaliii... jadi yang mana saya yang asli? hehehe

    BalasHapus

Ada komen, silahkan.
Mohon maaf jika tersandung Chapcha, setting saya sudah non-aktif tapi mungkin ini adalah kebijakan blogspot. Terima kasih