Hujan selalu memberikan cerita yang berbeda bagi semua orang yang melaluinya. Tetes hujan yang menembus hati yang panas sehingga membuat nyaman. Guyuran deras yang menyeka wajah akan melarutkan air mata yang tersamar. Ada yang berlari riang karena ribuan temannya datang dari atas langit. Ada yang malah berteduh takut basah. Ada yang sudah berharap-harap kedatangannya sejak lama. Ada juga yang mengutuknya ketika hujan datang. Ah... jadi teringat Perempuan Desir Angin. Kapan-kapan saja lah aku ceritakan tentang dia.
Riak-riak di atas aspal pada jalanan datar memberikan kewaspadaan dan peningkatan ketangkasan bagi penunggang kuda besi. Kubangan air yang terlihat riaknya tidak beraturan masih aman untuk dilindas dengan perlahan. Kubangan yang terlihat tenang malah mencurigakan, jangan-jangan malah lubang menganga dalam. Motor beserta pengemudinya bisa terjungkal.
"Kenapa datang terlambat?"
"Hujan deres pak, Macet banyak terjadi Banjir pak."
"Kamu itu alesan doang bisanya."
Kadang pertanyaan dan respon terhadap jawaban malah bertolak belakang. Aku sendiri malah bertanya dalam hati, adakah jawaban dari pertanyaan "mengapa" yang bukan alasan. Ayo ahli menjawab segala pertanyaan bisa ikut memikirkan hal tersebut. Mungkin bagi yang ahli Bahasa Indonesia bisa mendiskusikan ini. Dibuatkan judul yang menggugah "Menemukan esensi pertanyaan "Mengapa" dalam menjawab konteks yang bukan alasan (mbulet)"
Tidak usah bertanya terlalu jauh tentang hujan. Hanya membingungkan diri sendiri. "Hujan, mengapa kau menyampaikan pesanku di saat seperti ini?" Halah ...
Seperti halnya pertanyaan yang bernada subyektif.
"1 + 1 berapa?"
"2?!"
"Salaahh ..."
Kalau pertanyaan begini dan dijawab salah malah repot. Jawaban bisa apa saja tergantung pemberi pertanyaan, bukan jawaban yang sudah umum biasanya. mau dijawab apa itu terserah mood pemberi pertanyaan.
Aku hanya mencoba untuk tidak ikut nyinyir dengan tren selama tidak mengisi tulisan di sini. Semua kejadian besar di negara ini begitu saja bersliweran di mana-mana. Banyak sekali, Pertanyaannya, Mengapa? Hingga aku, kamu, kita, terlalu lelah untuk menerima semua berita. Hingga kemudian terlupakan.
Mari diingat sejenak tentang kejadian yang begitu cepat ini. KPK VS Polri saling tangkap menangkap hingga muncul #saveKPK. Eksekusi mati bandar narkoba hingga pemerintah Australia mengancam.
Ajakan mengumpulkan koin bagi bantuan Aceh, kemudian tertutup dengan mudah oleh berita baju Palu Arit merah. Lho mengapa?
Untuk kemudian ditutup dengan isu beras mahal karena stok yang menipis. Padahal pemerintah berusaha keras meyakinkan rakyat bahwa Indonesia punya beras yang cukup. Ah, kejadian bulan Februari ini begitu cepat dan cepat pula menguapnya. Pertanyaannya, mengapa?
Apakah semua ini penting? Kalau penting mengapa begitu mudahnya terlupakan.
Jawabnya... "karena eh karena ... " :)
BalasHapusJawabannya masih ada kata "karena" artinya masih alesyan hahaha ...
Hapusmengapa oh mengapa...ku bertanya
BalasHapusLah malah melafal tembang sangat lawas dari mbak Emil
Mengapa?...Agar supaya...masalah inti terlupakan sementara...
Salam
Kalau bisa masalah intinya terlupakan agar tidak ketahuan oleh orang banyak
HapusHahahaa.. bener juga...
BalasHapusKalo bukan minta alasan, kenapa juga tanya "kenapa"?
nah, sy bertanya
Apapun jawabannya, pasti cuma alasan!
Hehehe...
Naah kalau sudah begitu, saya harus jawab apa fong? Dijawab salah gak dijawab juga salah
HapusBerarti kebanyakan dari kita jago ngeles ya, Bang :D
BalasHapusJago ngeles karena pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan yang tidak penting. Pertanyaan yang hanya mencari-cari kesalahan saja sehingga jawaban yang diberikan pun tidak mempunyai efek lanjut di kemudian hari.
HapusAja gumunan, aja kagetan. Jangan mudah heran, jangan mudah kaget.
BalasHapusBegitu idiom Jawa mengatakan.
@nuzululpunya
wah cocok sekali dengan idiom jawa tersebut. Berpikir dulu dengan kejadian-kejadian yang muncul secara tiba-tiba
Hapus