Jumat, 09 Januari 2015

Berbuat baik


Hari ini saya sengaja berangkat ke pabrik pagi-pagi sekali. Ada sebuah kegalauan di dalam pikiran saya. Apakah salah berbuat baik kepada orang lain. Kok hingga masih dipertanyakan baik tidaknya perbuatan baik itu. Ingin sekali saya menumpahkan pikiran saya kepada mbok Djum sembari sarapan pagi sebelum masuk pabrik.

Sesampai di pabrik saya langsung menunjuk-nunjuk kaca ini itu. Layaknya touch screen, pesanan saya langsung terhidang dalam waktu singkat. Pagi-pagi warung masih lengang, belum banyak orang yang datang. Langsung saja saya mulai percakapan dengan pertanyaan saya.

"Mbok, semalem om NH update status seperti ini,
berbuat baik pada orang lain itu, ... tidak selalu baik.
Setuju? tidak setuju?
Bagaimana menurut mbok?" Pertanyaan saya langsung saja, tidak butuh penjabaran apa-apa dari saya.

"Kamu terlalu meracuni pikiranmu sendiri dengan prasangka-prasangka." Jawab mbok Djum langsung menuju sasaran. Sembari mengelap piring-piring yang tersusun rapi di meja.

"Pertama, mendengar kata perbuatan baik kepada orang lain, yang terpikir di dalam otak adalah menolong dan membantu orang lain. Padahal bukan hanya itu. Memaafkan, islah, berbuat adil, mengalah, rendah hati, adalah perbuatan baik kepada orang lain di luar bantu-membantu atau tolong-menolong. OK saya batasi saja, bahwa berbuat baik kepada orang lain di sini adalah membantu dan menolong.

Kedua, kalimat "tidak selalu baik" itu efeknya kemana? dilihat dari mana? Siapa yang baik dan tidak baik itu? setuju dan tidak setujunya di mana? Harus diurai satu per satu agar tidak salah kaprah."

Kemudian mbok Djum duduk sejenak. Merapikan piring-piring yang sudah bersih ke tempat yang mudah dijangkau oleh pengunjung nantinya yang ingin mengambil makanan sendiri.

"Saya kasih contoh begini. Di jalan kamu menemui seseorang sedang mengutak-utik motornya. Sepertinya dia sedang mengalami kesulitan untuk menghidupkan motornya. entah apa masalanya.
Nah, berbuat baik menolong orang membantu agar motornya bisa hidup lagi itu baik gak?!"

"Iya mbok, baik. Saya setuju." Jawab saya memastikan.

"Ya Pasti baik dong. Kita harus sepakat yang ini, berbuat baik kepada orang lain itu baik, diperintahkan oleh Nabi.
Yang kita permasalahkan adalah di balik cerita kejadian. Ternyata motor yang sedang sedang diutak-utik adalah milik tetangga sebelahmu. Kamu hafal ciri-cirinya. Dan motor tersebut terlihat tanpa kunci kontak.
Di sinilah awal dari keragu-raguan muncul. Perbuatan baik kepada orang lain ternyata malah berbuntut prasangka. Terlebih lagi malah terseret kepada kejahatan, padahal tidak tahu menahu. Bisa jadi dia memang pinjam, bisa jadi kuncinya lepas di jalan, bisa jadi memang dia maling. Keraguan dan prasangka ini menyebabkan kita tidak setuju akan berbuat baik kepada orang lain."
Saya hanya manggut-manggut saja, aslinya sih tetep gak ngerti.

"Berbuat baik kepada orang lain, seperti halnya kasus motor di atas, apa pendapatmu? Setuju ... atau malah tidak setuju?"
Saya malah garuk-garuk kepala.

"Ternyata tidak hitam putih seperti yang kita duga. Ternyata bukan masalah setuju atau tidak setujunya yang dipikirkan. Ada banyak sekali hal-hal yang lain di luar itu, kasus yang lebih abu-abu. Ada juga yang terang-terangan bekerja sama dalam suatu rencana kejahatan yang saling menguntungkan. Dari yang awalnya perbuatan baik jadinya malah menjadi tidak baik.
Ada banyak contoh hal-hal yang membuat hati menjadi galau, Pengemis drop-dropan, mengaku kehilangan uang di jalan, kehabisan dana perjalanan.
Ada juga yang terang-terangan seperti membantu mengerjakan PR Matematika, membantu membuat program pembobol password.
Ada juga yang tidak tahu menahu "Saya hanya menolong mengantarkan barang ini, saya gak tahu kalau isinya narkoba."
Atau ada juga yang terang-terangan tidak mau dibantu "Saya tidak usah dibantu, biarkan saya kerjakan sendiri, biarkan ini menjadi tanggungan saya."
Kalau kita berbuat baik kepada mereka-mereka, jadinya malah tidak baik."

Pikiran saya serasa meloncat-loncat mendengar penjelasan mbok Djum ini. Perbuatan baik kepada orang lain itu harusnya selalu baik. Di pikiran saya dari kecil sudah tertanam seperti itu. Seperti yang dikatakan guru ngaji saya ketika masih SD. Kita harus berbuat baik kepada orang lain. Memang benar kata mbok Djum tadi, bahwa pikiran saya sudah diracuni dengan prasangka-prasangka. Baik itu dari pengalaman diri sendiri ataupun cerita-cerita dari rekan-rekan tentang kejadian menolong orang. Bagaimana kalau ternyata pertolongan saya disalah gunakan. Bagaimana kalau pertolongan saya malah membuat saya sendiri kecewa. Bagaimana kalau pertolongan saya malah membuat orang menjadi malas. Serta maih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lain yang meloncat-loncat di kepala.

"Kalau saya masih ragu bagaimana mbok? Masih berkutat antara setuju dan tidak setuju bahwa ..."

"Cukup ...!" Mbok Djum memotong perkataan saya. "Hilangkan keraguan. Kalau mau berbuat baik kepada orang lain, ya berbuat baiklah tanpa ada keraguan. Kalau masih ragu, tanya! Apapun jawaban yang didapat, segera putuskan mau membantu atau tidak!"
"Tapi mbok, kalau yang ditanya berbohong bagaimana?"

Mbok Djum meninggalkan tempat, sepertinya tidak berselera lagi menjawab pertanyaan dan kegalauan saya.

31 komentar:

  1. Hmmm kadang saya juga sering mempertanyakan kebaikan org kepada org lain. Loh? Kok?
    Iya, antara keki atau binging.
    Contoh : si A terus2an bantuin si B Dr segi financial, sehingga si B udah terbiasa minta Dan ga mau kerja unt membiayai hidupnya sendiri.
    Saya sebagai penonton, mempertanyakan perbuatan baik si A dalam hari. Tapi kata mantan pacar, "kita ga bisa mencegah org lain unt berniat baik".
    Deg.

    Itu pandangan saya kepada org yg berbuat baik (seperti dlm kasus cerita dikau, ya dikau sebagai org baiknya). Kalo menurut mbok djum, gmn ya pemikiran saya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sebenarnya masih belum mendapatkan kesimpulan pertanyaan om NH semalem meski sudah ngobrol dengan mbok Djum pagi tadi.
      Tapi ada hal yang patut dicatat dari mbok Djum:
      1. Berbuat baik atau tidak berbuat baik itu harus tanpa keraguan. Dalam hal ini mantan pacar mbak Quinie masuk akal.
      2. Kalau saya merasa tidak nyaman memberikan bantuan finansial seperti kasus di atas (sudah dibantu kok malah males kerja). Harus tanya! Jawaban yang didapat dipakai sebagai dasar keputusan selanjutnya, mau terus membantu atau tidak lagi. Jawaban jujur atau bohong sudah bukan urusan, urusannya adalah menghilangkan keraguan.
      Misalnya :
      Saya bantu segini cukup gak?
      cukup.
      Sampai kapan?
      Sampai 2 minggu ke depan.
      Trus setelah itu gimana?
      Saya butuh segini lagi.
      Oke, saya kasih. Kapan cari sendiri?
      Cari ... males!

      Naahh ... sudah hilang keraguan saya.

      Pertama : Saya terus membantu agar dia terus hidup (agar tidak mati hahahaha)
      Kedua: Saya tidak membantu orang males.

      Hapus
    2. Masuk akal juga sih point #1. Yang bahasa terang2annya : iya ya iya, engga ya engga. Jgn iya yg engga2.
      Agak abstrak ga sih topik ini? Atau... Jangan2 agak mist is? Hihihi

      Hapus
    3. Mbak Quinie, kasus ini malah membuat saya mumet sendiri. Menurut logika sih harusnya baik, tapiiii .... ada tapinya itu yang membuat pertimbangan-pertimbangan penilaian

      Hapus
  2. wah...tingkat tinggi. kalau saya cenderung kebanyakan mikir. awalnya dari perlakuan teman kepada saya zaman sekolah dulu. saya bantu, dia bilang nggak butuh bantuan. akhirnya saya mikir-mikir kalau mau bantu orang lain.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Membantu orang lain itu seharusnya baik ya. Pada dasarnya memang baik.
      Hanya saja kata "seharusnya" itu sudah bergeser karena pengalaman-pengalaman hidup. Jadi masing-masing orang punya pengalaman yang mendorong untuk berbuat baik atau tidak.

      Hapus
  3. Aku penasaran sama Mbok Djum ini deh.. Sekali-sekali fotoin napa, Bang.. :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kapan-kapan saja beb kalau dirimu mampir ke pabrik, saya ajak berkunjung ke warung mbok Djum ya

      Hapus
    2. Memang pabriknya di mana, Bang? Eaaaa.. :P

      Hapus
  4. Suka mikir gini juga... tapi... tapi... *bingung*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Naah berarti pikiran sampeyan sama dengan saya. Ada tapi tapi tapi yang membuat penilaian menjadi kabur, tidak jelas. Padahal harusnya sih baik ya.

      Hapus
  5. Ada juga yang katanya berbuat baik, dengan membantu mengerjakan skripsi orang lain dan dia bayar.

    Eh saya punya satu contoh Bang Mandor. Ada orang yang anaknya sakit parah. Tetangganya yang baik membantunya membawa ke RS. Sampe di RS ternyata dengan tindakan yang diberikan anak itu justru mengalami takdir kematiannya. Ngamuklah keluarga anak itu, katanya gara2 tetangga itu membawanya ke RS anaknya meninggal. Aneh kan?

    Ini berbuat baik yang tidak baik juga ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salah kaprah di masyarakat itulah yang dimaksud mbok Djum, membatu dalam rangka keburukan, kejahatan. Termasuk mengerjakan skripsi itu.

      Untuk masalah medis ini, saya malah gak tahu lagi bagaimana penilaiannya. Mengantarkan orang ke dokter / rumah sakit itu baik. Rumah sakit menganalisa dan memberikan tindakan atas kondisi pasien sesuai prosedur. Ikhtiar dan usaha rumah sakit terhadap pasien inilah yang belum dipahami oleh pihak pasien. Ada kalanya usaha itu berhasil, ada kalanya usaha itu gagal.

      Hapus
  6. Mbok Djum, berbuat baik berarti disegerakan ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut mbok Djum, berbuat baik itu harus disegerakan dan tanpa ragu-ragu.

      Hapus
  7. Mbok Djum menebar pertimbangan mengarah ya lakukan ya, tidak ya jangan lakukan. etapi saya ikutan barisan ya jangan-jangan tidak.
    Sendika Mbok Djum, mulai melakukan yang bisa dilakukan saja.
    Salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya benar mbak Prih. Menurut mbok Djum, berbuat kebaikan atau tidak, itu harus pasti. Tidak boleh ada keraguan apalagi penyesalan ketika setelah berbuat baik.

      Hapus
  8. bukanya biasanya berbuat baik itu spontanitas ya mas?. berbuat baik kepada orang lain ya memang tidak selalu baik jika standar berbuat baik itu di artikan menolong orang lain. seperti menolong mengerjakan pr yang malah keseluruhan kita kerjakan. jika kita mengartikan membantu mengerjakan pr itu adalah perbuatan baik maka ini berarti perbuatan baik yang tidak baik. kenapa? ya karena total pr itu semua kita yg kerjakan maka itu sama saja membuat bodoh yg punya pr dan berbohong ke pada guru. haha ini cuma pendapat ku loh ya mas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Naah ini yang dimaksud oleh mbok Djum sebagai salah kaprah. Berbuat baik, tolong menolong dalam keburukan. Artinya juga malah jadinya tidak baik.

      Hapus
  9. Yg penting niatnya baik... hehehe... itu yg dinilai, bukan?

    Kalau terlalu banyak analisa, sayang waktu kita... :-D

    Terlalu banyak hal yg hrs dikerjakan sebelum qta dipanggil "pulang", bukan?

    Rasulullah saja selalu tergesa2.. :-D
    (peace be upon him)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar bunda. Berlomba-lomba dalam kebaikan sudah diperintahkan oleh Kanjeng Nabi Muhammad. Kalau sudah terbersit untuk berbuat baik kepada orang lain, maka bersegeralah. Jika masih ragu, ya harus dibuang dulu keragu-raguan itu.

      Hapus
  10. kalau yang selalu aku inget sih mas dulu aku pernah dengar ceramah seorang ustadz soal berbuat baik. katanya berbuat baiklah ibaratkan tangan kanan yang berbuat tapi seolah tangan kiri tidak melihat. dulu sempat bingung juga, tapi lambat laun mengerti maksudnya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berbuat baik dengan metode masing-masing, ada yang sembunyi-sembunyi ada yang terang-terangan. Termasuk agar tangan kiri tidak tahu apa yang dilakukan oleh tangan kanan.
      Semoga kita diberikan kekuatan untuk berbuat baik tanpa prasangka.

      Hapus
  11. stuju dengan mbok jum,berbuat baik ya berbuat baik saja,tanpa berpikir ini dan itu ,atau akan ini dan itu

    menolong ya menolong saja,sebab niat awal memang menolong, Tuhan lebih tahu tahu apa maksud hambanya, jika diakhirnya nanti ada crita lain itu fase yang harus dilalui,kembali lagi jika pd jalur kebenaran insya allah aman..

    misal soal pengemis,jika ingin memberi ya beri saja,jika takut dia berbohong maka jangan diberi, simple aja :)

    lakukan lalu lupakan,itu saja..

    BalasHapus
    Balasan
    1. "Tuhan lebih tahu apa maksud hambanya."
      Sepertinya mbak Wi3nd lebih bisa mengambil kesimpulan daripada saya. Terima kasih atas pencerahannya ya

      Hapus
  12. Lagi lagi sukaaa banget dengan caranya Mbok Djum
    ( makin kagum sama Mbok Djum yang selalu memberikan pencerahan)
    Pokoknya , kalau mau berbuat baik, lakukan saja , gak usah pake ragu ..

    Salam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar bunda, buang rasa ragu untuk berbuat kebaikan kepada orang lain. Kalau mau berbuat baik ya lakukan saja. Kalau tidak yakin, ya tidak usah sekalian.

      Hapus
  13. Ingat perbuatan baik itu, walaupun masih niat sj sdh dicatat satu pahala lho...apalagi klo dikerjakan kan double pahalanya... jd tdk usah memikirkan yg lain yg penting perbuatan baik jgn ditunda...seperti lagunya Bimbo itu lho "berbuat baik jgnlah ditunda-tunda..."...setuju ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya benar, niat berbuat baik saja sudah merupakan kebaikan. Apalagi kalau sudah sampai dilaksanakan, akan mendapatkan kebaikan yang berlipat ganda. Oleh karena itu tidak usah kebanyakan mikir

      Hapus

Ada komen, silahkan.
Mohon maaf jika tersandung Chapcha, setting saya sudah non-aktif tapi mungkin ini adalah kebijakan blogspot. Terima kasih