Tulisan kali ini saya batasi dulu, bahwa taat yang dimaksud dalam tulisan adalah patuh. Taat = Patuh. saya bukan ahli Bahasa Indonesia mohon dikoreksi perbedaannya di mana.
Yang namanya aturan ada yang berbentuk perintah, ada juga yang berbentuk larangan. Bermacam-macam reaksi manusia ketika mendapati sebuah aturan. Ada yang tegas, ada yang main-main, bahkan ada yang tidak peduli.
Mari kita berandai-andai saja.
Seorang dokter memberikan resep yang mengharuskan untuk meminum obat tablet 1/4 biji per 8 jam selama 3 bulan. Ya, satu tablet tersebut harus dipotong-potong dulu menjadi 4 kemudian diminum sesuai jadwal. Aturannya memang begitu kalau ingin sembuh dari penyakitnya.
Kemudian ada saudara datang memberikan kabar. "Itu tetangga saya kemarin dikasih obat seperti ini, dia langsung minum 3 butir. Besoknya bisa sembuh sehat bugar."
Mana yang anda pilih? Aturan dokter atau saran dari saudara?
Begitu juga dengan aturan-aturan yang sudah dibuat. Ada kalanya sangat bermanfaat untuk mengatur segala kegiatan yang berhubungan dengan kondisi yang terjadi, ada juga aturan yang aneh, tidak masuk akal.
Kalau masalah membuang sampah permen karet saja tidak tertib kemudian muncul aturan "dilarang makan permen karet". Artinya kan orang-orang di situ masih belum lulus jadi manusia, hal yang dianggap sepele oleh semua manusia harus diatur-atur layaknya robot.
Kita ini termasuk orang yang kreatif (kita?). Eh kita ya, apa bagi yang merasa aja ya. Kadar ketaatan terhadap aturan dapat saya kategorikan sebagai berikut.
1. Patuh
Beberapa alasan yang mendasari patuh terhadap aturan
- Benar-benar patuh tanpa alasan apapun. Saklek, pokoknya aturannya seperti ini. Kita temui hal ini dalam aturan-aturan kitab suci. Pokoknya taati aturan dulu, penjelasan dan penjabaran aturan dicari setelahnya. Beberapa kita temukan juga pada aturan pimpinan dan bawahan. Perintah ini dan larangan itu anu dijalankan terlebih dahulu tanpa bertanya. Ingat 2 pasal atasan, halah.
- Percaya kepada ahlinya.
Seperti halnya resep obat dokter di atas. Pasien tidak perlu menebak-nebak kalau seandainya tidak taat aturan. Urusan orang lain bisa sembuh dengan metode sim salabim itu urusan mereka yang penting sekarang berdasarkan fakta, dokter .
Ada perintah dari tower kepada pilot "Belok ke arah jam 2 sekarang juga." Maka pilot tersebut akan mematuhi perintah tersebut karena kondisi sedang berkabut dan belum pernah melalui rute tersebut. Penjaga tower lebih tahu kondisi lalu lintas udara daripada pilot. Kalau sudah berkabut, pilot akan lebih percaya pada pemandu. Lha siapa tahu ternyata lurus ke depan ada bukit tertutup kabut, atau rute pesawat lain yang sangat berdekatan.
Karena memang merasa bahwa pemberi aturan itu lebih tahu, memang ahli di bidangnya. Makanya mudah bagi orang untuk patuh terhadap aturan yang dibuat, tidak membuat ide-ide yang aneh selain aturan yang diberikan.
- Menyadari resikonya.
Seumpama ada aturan "Dilarang masuk, banyak ranjau!" Saya yakin yang waras ngalah, pasti mematuhi larangan tersebut. Pakai masker, Pakai tabung oksigen untuk menyelam, hindari memegang kawat, bahaya!. Secara sadar akan resikonya maka dengan sukarela akan mematuhi aturan yang ada. Tidak cari perkara dengan resiko yang diketahuinya.
2. Ragu-ragu
Beberapa alasan yang mendasari ragu-ragu terhadap aturan
- Alibi. Alasan ini sering kita temukan dalam ketidak-tertiban. Larangan memakai bahu jalan untuk menyalip atau berhenti sering diabaikan. Bukannya tidak tahu atau tidak mengerti, namun seringnya adalah mengajukan alibi. "Dia saja boleh lewat dengan nyaman kok, saya tidak boleh."
Atau ketika seseorang didapati mengambil sandal orang lain di masjid dan tertangkap kemudian beralasan "Seharusnya kalian menangkap koruptor yang menggarong uang rakyat itu, bukan saya."
Atau pas pada antrian. Pada awalnya aturan "harap antri" sudah tertib, kemudian ada yang nyolot dan nyelonong mendesak antrian, atau titip orang yang di depan supaya dilayani lebih cepat. Maka insting alibi langsung bergerak, merangsek ke depan dengan alasan "Dia bisa dan boleh melakukan itu, kenapa saya tidak?"
- Penasaran
Ini yang lucu. Rasa penasaran juga membuat orang ragu-ragu untuk taat aturan. Dilarang mengintip, Letakkan jari anda di sini, Dilarang menginjak rumput. Perintah seperti ini akan memancing orang untuk melanggar, tapi sebenarnya sih taat. Aturan-aturan yang membuat orang penasaran ini mungkin hanya berlaku di Indonesia, saya tidak menemukan (atau belum) orang asing mempunyai rasa penasaran yang tinggi terhadap perintah atau larangan yang tertulis untuk melanggarnya.
- Tidak ada yang jaga
Sebenarnya orang-orang seperti ini sudah taat aturan. Namun karena tidak ada yang jaga, tidak ada yang lihat ya sekali-kali lah jadi orang nakal. Sering dijumpai orang yang ragu-ragu seperti ini, terburu-buru dan ingin segera selesai urusannya maka menggunakan aji mumpung ini. Tidak ada yang jaga memungkinkan orang untuk tidak mendapatkan sangsi atau hukuman. Sebenarnya pada kondisi ini, orang yang taat maupun yang tidak, tidak terlihat bedanya. Hanya lebih cepat 2 menit, hanya sedikit mempersingkat. Untuk selanjutnya tetap melalui aturan-aturan lain yang sama.
3. Tidak patuh
Beberapa alasan yang mendasari untuk tidak patuh terhadap aturan
- Merasa tidak adil. Merasa ada yang salah dengan aturannya. Dengan merasa tidak diperlakukan secara adil, bisa menjadikan orang untuk melanggar aturan. Keputusan dan kesepakatan yang telah dibuat bersama tidak dipatuhi karena merugikan. Ini harus diturut apa-apa yang membuat kejadian seperti ini. Pengennya aturan diubah sesuai dengan keinginan agar bisa dipatuhi.
Yang pasti sebuah aturan yang tidak dipatuhi akan berakibat pada hal-hal lain yang sudah berjalan.
- Arogan. kalau sudah begini ya repot. Apalagi disertai dengan keras kepala dan kalimat sakti "pokoknya". Dari dirinya sendiri sudah memberikan tembok besar terhadap aturan yang ada. Dilanggar semua, merepotkan semua orang. Orang seperti ini langsung saja dihadapkan dengan hukum (atau hukuman / sangsi).
"Pokoknya saya tidak mau masuk kerja!" Maka keluarkan saja sangsi yang sudah tertulis "Karyawan yang tidak hadir dalam waktu 3 hari berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan dibenarkan, maka karyawan dianggap mengundurkan diri."
- Merasa lebih
Ini sering menjangkiti orang-orang yang mempunyai ilmu lebih atau kekuasaan lebih. Mentang-mentang punya jabatan kemudian bisa melanggar aturan yang sudah ditetapkan. Aturan masuk kantor jam 8 setiap harinya, seorang manajer datang pukul setengah sebelas. Aturan masuk ruang produksi harus pakai sarung tangan dan kacamata google, seorang manager engieering nyelonong saja tanpa pengamanan. Saya gak tahu ini benar atau tidak, karena yang melanggar adalah orang yang punya otoritas.
Pada setiap kesempatan, apapun dan dimanapun anda. Ketika ada pertanyaan "Bisa gak sih kamu taat aturan?" maka alasanmu apa?
masuk bagian yang penasaran. kalau lampu merah di tengah malem ngak ada kendaraan yang lewat slain kita, boleh dong di langgar. haha
BalasHapusArtinya sebenarnya sampeyan patuh, namun karena ada hal-hal tertentu jadi ya untuk sementara dilanggar boleh-boleh saja hahahaha
Hapuskadang ada yang bilang..aturan justru bikin ribet kerjaan :-D
BalasHapusBeberapa orang bilang, aturan kadang menjengkelkan. Ini sepertinya harus ada komunikasi dan penjelasan antara pembuat aturan dan pelaksana agar bisa dipahami bersama.
HapusKalau memang ternyata hanya membuat ribet, kenapa gak diganti saja aturannya, kan hasil komunikasi bisa jelas antara kedua belah pihak
Sakleknya lagi.. ada yg nganggap Peraturan di buat emang untuk di langgar :)
BalasHapusNah ini tipe-tipe yang sukanya membuat masalah dengan aturan
HapusTidak kebayang mengkonsumsi obat tanpa aturan ahlinya.
BalasHapusLebih kaget kalau ketemu 'yah atur sajalah' yang nota bene mari nabrak aturan
GLEK :D
HapusSaya jadi teringat "sendoknya, glek aja langsung." minum obat atau nelen sendok sih? Lha kok malah yang ngatur memberikan keluasan pemilihan pada yang di ataur.
Hapusbisa banget lah, taat terhadap aturan.
BalasHapusItu kan soal kesadaran.
Aturan (apalagi buatan manusia) pastinya gak ada yang sempurna, tapi jika ditaati, dijalankan bersama atas dasar kesadaran yang tinggi, aturan yang kurang bisa jadi sempurna--bisa dengan menyempurnakan aturan itu sendiri (revisi) atau disempurnakan sendiri oleh perlilaku terpuji.
Ah, berat bahasannya. hahaha
Saya setuju dengan sampeyan mas. Harusnya peraturan itu untuk ditaati. Peraturan itu dibuat untuk mengatur agar teratur. Perkara ada masalah dan ganjalan nanti bisa dilakukan revisi atau musyawarah untuk menentukan bagaimana baiknya. Tapi yang pasti, peraturan itu ada untuk kebaikan bersama.
HapusBahasan mumet yang nulis mabok hahahhaha ...
saya orangnya taat aturan, tapi.... kalo moodnya berantakan.... apa itu aturan? :S labil
BalasHapusberarti gak taat dong ya
Mungkin masih ragu-ragu terhadap aturan yang ada mas. Mau taat tapi mikir-mikir apakah sesuai dengan mood atau tidak
Hapuskebanyakan pelanggaran yang terjadi atau ketidak patuhan disebabkan arogansi...mau menang sendiri....., apalagi aturan lalu lintas....rame-rame dech melanggar.....
BalasHapuskeep happy blogging always..salam dari makassar :-)
Lalu lintas mungkin karena banyak pendukungnya kali ya. Sehingga dengan mudahnya melanggar aturan bisa menjadi kebiasaan
HapusDi sekolah sulung saya dulu ada aturan aneh, Bang Mandor. Anak-anak dilarang pakai jaket dalam kelas. Coba, aneh kan. Saya mencak2 .. karena mana ada anak2 pake jaket buat gaya2an. Anak saya kalo dipakein jaket dari rumah berarti tubuhnya sedang butuh pelindung lebih untuk menahan angin atau udara dingin. Nah aturan begini ini kadang2 dibuat orang tdk pake akal sehat ....
BalasHapusUntuk aturan-aturan yang ternyata gak masuk akal, bisa juga dibicarakan lebih lanjut apa penyebabnya keluar aturan tersebut dan bagaimana enaknya. Setahu saya pasti ada mekanisme yang jelas untuk mereview sebuah aturan.
HapusPatuh terhadap aturan memang sulit yah. tapi kalau dibiasakan patuh pada aturan sekecil apapun, nanti akan jadi sebuah tanggungjawab. Akan merasa malu jika melanggarnya. Memang butuh kesadaran untuk tetap mematuhinya yah, Mas :)
BalasHapusPelaksanaan aturan pada dasarnya adalah bertanggung jawab. Aturan apapun kalau didasari dengan tanggung jawab dan kesadaran akan menjadi sebuah kekuatan yang sangat ampuh untuk ketertiban bersama
Hapusini kalo prinsip aturan dibuat untuk dilanggar maka pelanggaranlah yang terjadi terus menerus..
BalasHapusNaah orangnya yang gagap terhadap aturan. Orang tersebut jika ditempatkan di singapura atau jepang akan mabok dengan ketatnya aturan yang ada. mau dilanggar dendanya gak karu-karuan.
HapusPatuh pada aturan biasanya tergantung juga sama konsekuensi, misalnya ada aturan jam masuk dan pulang jam sekian, namun karena tidak ada sangsi bila datang telat atau pulang terlalu cepat maka banyak yang masuk dan pulang sesuka hatinya,
BalasHapusUntuk masalah konsekuensi dan sanksi juga harus diterapkan secara tegas kepada semua orang agar aturan bisa dilaksanakan dengan baik. Tegas ini tanpa banyak omong, melanggar langsung sanksi, melanggar sanksi
HapusTp lalu ada yg bilang, peraturan dibuat memang untuk dilanggar :D
BalasHapuslha kalau sudah begitu susah ngaturnya mbak mel.
HapusAturan biasa ada buntutnya tuh mbak, nah konsekuensi taat dan tidak taat ya buntutnya itu.
BalasHapusIya, aturan harus membawa sangsi dan konsekuensi. Kalau tidak begitu ya tetep saja mentah lagi aturannya.
HapusSaya cowok lho ya
Aku termasuk yang ngga taat sama aturan, Bang.. Hahah.. :D *bandel* *degil*
BalasHapusTapi kalok menyangkut masalah kesehatan, keknya baru bisa nurut deh. :P
jadi dirimu masuk yang mana beb, kalau nemu aturan, di pikiran kamu alasan apa yang pertama kali muncul?
HapusYa liat-liat. Biasanya sikap nyeleneh ku keluar, Bang. Kebanyakan mikir :P
HapusNyepam juga ada aturan sam haha. meski ga ada yang jaga tapi juga harus ada kesadaran haha.
BalasHapuseh ... ada toh mereka yang dengan sadar bahwa dirinya sedang nyepam ...
Hapus